Saturday 22 June 2013

Saat kau tak menyadari perhatian yang kutujukan kepadamu



        Aku duduk didepan kelas X dilantai bawah, disebuah kursi yang dirakit dengan bambu sebagai bahan utamanya. Aku tidak sendiri, tetapi bersama teman sambil menunggu temanku yang lainnya membawakan sebungkus nasi untuk kami makan nanti.
        Seseorang berjalan kearah kami. Sosok yang selalu ingin kulihat, sosok yang kucintai, sosok yang selalu aku rindukan. Dari jauh ia melihatku, ah mungkin lebih tepatnya kami. Tapi aku beranggapan ia melihat kearahku. Mata kami bertemu. Mata itu, aku tidak tahu bagaimana cara menjelaskan tatapan itu. Yang jelas aku selalu menyukai tatapan matanya. Aku merindukannya. Tetapi saat ia sudah berada dekat denganku, ia merubah haluan pandangannya menjadi lurus kedepan. Tapi tidak denganku, mataku sama sekali tidak berpaling darinya. Andai dia tahu apa yang kurasakan.
        Tiba-tiba sesuatu dari tangannya terjatuh didepanku, ternyata sebuah kunci motor. "Eh" katanya, ia terlihat agak panik. Aku mematung, badan ini rasanya kaku, tak bisa kugerakkan, aneh. Tak ada yang dapat kulakukan, aku sama sekali tidak bergeming, aku hanya duduk terdiam sambil melihat gerak-geriknya. Aku benar-benar terlihat dungu saat ini dihadapannya. Aku dan teman disebelahku saling mengode, tentu temanku itu tahu bahwa aku memiliki perasaan dengan cowok tadi.
       Masih orang yang sama; bunga mawar, seseorang yang menjadi perhatianku sejak awal bersekolah disini.
       Mungkin rutinitasku terlihat membosankan dimata orang lain, tapi bagiku bahagia, bahagia karna dapat menatap wajahnya setiap hari disekolah. Memperhatikan tingkah lakunya yang terkadang membuatku tersenyum, tawanya, mendengar suaranya, segala hal yang membuatku bahagia. Hal yang paling kusuka darinya adalah senyumannya, senyuman itu rasanya sangat meneduhkan bagiku. Aku ingin membuatnya bahagia, bahagia karnaku...

       Aku tak akan merusak hari-harimu, mengganggu rutinitasmu, dan tak akan memperlihatkan perhatianku kepadamu...

        Ku poleskan sedikit foundation, lalu bedak ke wajahku, juga blush on dipipi ku agar terlihat lebih merona, eye shadow dikelopak mataku, dan juga lipstik dibibirku. Aku memakai baju tari khas daerah, sunting, kain songket, dan yang lainnya. Hari ini adalah penampilan tari pelajaran seni budaya. Aku ingin terlihat cantik dan anggun hari ini. Aku ingin dia melihatku, sekali saja.
        Setelah selesai berhias dikelas, aku berjalan kekelas lain untuk berlatih tari sebelum tampil nanti. Tapi langkahku terhenti saat kulihat dia disana. Aku memperhatikannya dari lantai dua sekolah, saat itu adalah giliran tampilnya. Tanpa kusadari, aku tersenyum. Entah mengapa, melihatnya adalah bahagia bagiku. Tapi aku ingin bertanya, pernahkah aku menjadi perhatianmu? Tentu saja tidak. Lalu aku berdo'a didalam hati, semoga tak mustahil bagi kita untuk bersatu. Aku tidak tahu kenapa, apa, dan bagaimana perasaan ini bisa terjadi. Yang kutahu, saat ini aku menyukainya. Andai Tuhan memberi ku kesempatan, kesempatan untuk menjadi miliknya, kesempatan untuk membahagiakannya. Tak kan kubiarkan rasa sedih menghampirinya lagi.
         Aku duduk disebuah kursi ditangga antara lantai dua dan lantai tiga untuk menunggu giliran tampil. Lalu dia lewat tepat didepanku. Aku berharap mendapatkan sebuah senyuman, sapaan darrinya, atau mungkin sebuah pujian yang terlontar dari mulutnya. Tapi... tak satupun yang kudapatkan. Hanya sebuah pengabaian.
       
        Pada akhirnya, aku yang mengagumimu malah terabaikan...

        Kulihat setangkai bunga mawar plastik terbengkalai dihalaman sekolah. Aku menatap bunga itu, miris. Aku membayangkan bunga itu sepertiku, hanya terabaikan, padahal setiap orang yang lewat tahu bahwa bunga itu ada, tapi bunga itu hanya terabaikan. Bunga itu terlihat menyedihkan, lalu aku memungutnya dan membawanya pulang. Bunga itu mengingatkanku pada kejadian 2 tahun yang lalu...
     
                                              ***
         Aku berjalan memasuki aula, ternyata kudapati diriku sudah sangat telat. Mataku menyapu seisi aula, mencari keberadaan teman-teman sekelasku. Saat kudapatkan mereka, aku langsung berjalan kearah barisan mereka dan duduk.
         Tak lama setelah itu, guru yang sedang bicara didepan menyebut nama seseorang yang selalu menjadi perhatianku. Lalu kuputar badanku ke arah belakang. Aku mendapati sosoknya sedang duduk disana. Dia juga baru datang ternyata. Dia tersenyum, aku merasakan seperti ada semilir angin dihatiku saat ini, tenang. Lalu dia pindah duduk, kini dia duduk sederet denganku. Hanya kekosongan yang membatasi, ya memang lumayan jauh. Ini adalah kesempatan bagus untukku, aku bisa dengan sepuasnya menatap sosoknya, membiarkan mataku memperhatikan setiap gerak-geriknya. Tentu saja ini tidak boleh diketahui siapapun. Aku tidak ingin terlihat seperti seorang pengagum aneh. Suatu saat aku ingin orang-orang melihatku sebagai seseorang yang tulus menunggu dan memperhatikannya. Walau tanpa pengungkapan.
         Aku takut, aku takut hari ini mendapati bahwa aku sekelas dengannya. Dan kegelisahanku terjawab sudah, kita berada dikelas yang berbeda. Untung saja.. Tak bisa kubayangkan jika berada dekat dengannya. Karna aku terbiasa jauh, terbiasa memperhatikannya dari jarak yang tak ia ketahui, terbiasa merindukannya tanpa menunjukkannya, terbiasa menyimpan segala perasaan yang meletuk-letuk seorang diri. Aku seorang pejuang yang berjuang sendiri. Walaupun ia tak mengetahui apapun tentang segala hal yang kurasakan.
          Tiba-tiba namaku dipanggil, ternyata ada data yang tak lengkap. Lalu aku berasalan, tapi tak ada gunanya. Dari sudut mata, kulihat ia sedang melihatku. Aku bahagia. Ya walau aku tahu sebenarnya tak hanya dia yang melihatku saat itu, tapi seisi aula. Tapi tak bisa kupungkiri, jantungku berdetak lebih kencang.
          Tak lama kemudian, namanya juga dipanggil, dengan sebab yang sama. Dan dia juga menjawab dengan alasan yang sama seperti yang kujawab sebelumnya. Ya aku tahu, ini hanya kebetulan.
       
           Sebagai pemuja rahasia, aku yang memujanya mengartikan sebuah tatapan mata darinya sebagai hal yang sangat special...sangat special.

            Keesokan harinya, seluruh murid berkumpul di aula karna ada sebuah acara. Aku berencana mencari sosoknya, sosok yang kurindukan. Saat aku menoleh kebelakang, aku langsung menemukan sosok itu. Sepanjang acara aku terus memperhatikannya, ia tak akan tahu hal itu. Dia juga takkan pernah tahu sedalam apa perasaanku terhadapnya. Yang engkau tahu hanyalah sebuah kata yang disebut namaku, bukanlah hatiku.

            Biarkanlah kebahagiaan merasukiku saat aku melihat senyumanmu, biarkanlah aku menikmati setiap hal yang ku sebut angan-angan, tentang dirimu, biarkanlah aku menikmati kebodohan ini. Dan biarkanlah aku merindukanmu dalam diam...
Karna hingga saat ini aku belum menemukan cara yang tepat untuk menunjukkan kerinduanku padamu..

                             Tulisan ini bersambung ke : Long time no see :))

Monday 10 June 2013

Yang pertama dan akhirnya menjadi yang terakhir, dan pertemuan yang akhirnya berakhir dengan perpisahan.

        Tentunya aroma ini sudah tidak asing lagi bagiku, aroma ini sangat menusuk penciuman setiap orang yang belum terbiasa merasakannya. Seumur hidupku, hari-hari penuh perjuangan selalu kulalui ditempat ini. Tentu aku ingin melepaskan diri dari tempat ini. Tapi hal itu tidak mungkin terjadi, hidupku bergantung pada alat-alat yang berada ditempat ini. Tetapi hari-hari tak lagi terasa membosankan sejak aku bertemu dirimu, disini. Tentunya kamu tak jauh beda nasibnya denganku.
         Wajahmu terlihat tidak memiliki darah disana, pucat pasi tapi senyummu tetap merekah. Apa yang kau rasakan saat ini? aku tau, pasti menderita. Aku sering melihatmu, tentunya secara diam-diam. Terkadang kamu berjalan dengan para suster kulihat, atau sedang bercengkrama dengan para dokter. 
         Pagi ini aku sedang berjemur dibawah terik sinar matahari. Aku duduk dikursi favoritku ditaman. Sejak kecil aku selalu duduk disini disaat bosan atau untuk berjemur. Tanpa kusangka, kau datang menghampiri dan duduk disebelahku. Sampai saat ini belum ada yang duduk dikursi ini bersama ku kecuali suster atau dokter yang mencoba menyemangatiku. Ya tentu saja sampai saat kau datang saat ini. Tak pernah terbayangkan olehku bisa berada sedekat ini denganmu. Kau mengulurkan tanganmu, tentunya aku membalas uluran tangan itu. Kita saling bertukar nama, cerita, tawa, dan banyak hal. Ternyata kau sangat menyenangkan. Kufikir selamanya aku hanya akan berada disisi gelapku, dan berada dijarak yang kutentukan, untuk berusaha memperhatikanmu secara diam-diam.
         Lalu tiba-tiba suasana menjadi hening, "Kenapa kematian itu menakutkan?" Tiba-tiba ia bertanya.
Aku terdiam sementara, mencoba mencerna pertanyaan yang diajukannya. Lalu menjawab, "Karna kita tak tahu seperti apa kehidupan yang akan kita lalui selanjutnya. Dan hal yang tak kita ketahui itu sangat menakutkan" begitu fikirku.
"Lalu kenapa kesedihan itu ada jika bahagia menyenangkan?" Ia mulai bertanya lagi. Sengaja aku bungkam sejenak, membuat rasa penasarannya semakin meningkat.
"Karna tak segala hal dikehidupan adalah tentang kebahagiaan. Segala hal harus seimbang. Ada pertama, ada terakhir. Ada pertemuan, Ada perpisahan. Ada kematian, ada kehidupan. Ada kesedihan, dan ada kebahagiaan. Begitulah Tuhan menciptakan kehidupan bagi kita. Kita hanya bisa menghadapinya. Entah itu kebahagiaan atau kesedihan sekalipun." Jawabku. Lalu ia mengangguk-angguk, mencoba mencerna setiap perkataanku. 
         Sejak saat itu kita mulai berteman, kufikir. Kita berbagi cerita, bermain, mengerjai para suster dan banyak hal lainnya yang kita lakukan untuk mengisi kebosanan yang kita lalui setiap harinya.Yang kulihat hanya kebahagiaan yang terpancar dari raut wajah kita sejak kita berkenalan.

         Hari-hari menjadi bersinar sejak aku bertemu denganmu...

         Suatu pagi aku berlari ke kamarmu dengan senyuman diwajahku, aku berniat untuk menceritakan kejadian lucu yang kualami dengan keluargaku tadi malam.
         Tapi yang kulihat hanya kehampaan dikamarmu, aku tak melihatmu berbaring ditempat tidur itu. Biasanya saat aku  membuka pintu, aku akan melihat kamu bermain PS atau menonton komedi kesukaanmu. Tapi pagi ini aku tidak melihat hal itu.
         Rasa takut mulai menyenggrapiku, badanku menjadi gemetar. Aku takut hal buruk telah terjadi. Aku segera berlari keluar dari kamarmu untuk mencarimu atau informasi tentangmu. Mataku terus mencari sosokmu, tapi aku tak menemukannya. Ada apa ini, aku terus-terusan bertanya dalam hati. Aku takut sesuatu terjadi padamu. Aku terus berlari sekuat tenagaku, jantungku berdetak sangat kencang, aku tak dapat mengatur irama nafasku, dan butir-butir bening mulai membasahi pipiku.
         Seorang suster menghampiriku, mungkin karna melihat kegelagapanku ini. Suster itu mendudukkanku pada sebuah kursi roda, mungkin saat itu aku sudah terlihat tidak berdaya lagi. Suster mendorong kursi rodaku, aku hanya diam tak bergeming. Lalu kursi roda berhenti tepat didepan ruang operasi, aku melihatnya disana. Ia sedang berjuang hidup, aku bisa merasakan hal itu. Sosok itu sangat menyedihkan. Terdapat banyak kabel dan alat-alat dokter yang tersambung dengan badannya, juga dengan selang yang masuk kemulutnya. Pasti dia sangat menderita saat ini. Maaf, aku hanya bisa memandangmu dalam tangisku.
          Setiap harinya aku selalu melihat kondisinya lewat kaca. Aku tak berani masuk. Aku takut itu akan semakin memperburuk keadaannya.
          Saat itu sudah berjalan dua minggu masa komamu, aku senang karna kondisimu semakin membaik, dan masa komamu juga berhasil kamu lewati. Aku bahagia..
          Mata kita saling bertemu, mata itu sangat teduh. Seakan mengisyarat bahwa kamu baik-baik saja, dan ingin agar aku tidak terlalu khawatir. Akhirnya aku dan kamu hanya saling bertatap dengan senyuman tenang.
          Kini kamu telah kembali ke kamarmu, kamu berhasil melewati masa-masa sulit dalam hidupmu, dan aku berterimakasih karna itu. Terimakasih untuk tetap bertahan...
          Kondisimu kini telah stabil, dan kita kembali ke rutinitas kita yang dulu. Hingga suatu hari aku memberitahu bahwa aku mendapat donor. Mungkin ini adalah kesempatanku. Lalu aku menyemangatimu untuk terus bertahan. Kamu mendukung keputusanku untuk menjalani operasi. Tetapi aku bisa menangkap sorot matamu yang sendu, kamu yang terlihat sedih karna khawatir dengan hasil operasiku nanti. Aku bisa membaca hal itu...
          Kamu mengantarkanku ke ruang operasi dan mencoba untuk menyemangatiku. Berawal dari ujung jari kita berpisah...
          Mulai dari mengantarku keruang operasi hingga masa operasiku, kau selalu mengikuti proses menuju kehidupan baruku. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi kedepannya, entah ini akan menjadi akhir atau awal. Aku hanya berjuang dan berusaha melaluinya sebaik mungkin.
       
          Garis yang sebelumnya tidak stabil; naik-turun, kini garis itu berubah datar. Masa ku telah habis, operasiku, impianku, kebahagiaanku, segalanya sirna begitu saja. Aku tidak tahu apa yang kau rasakan saat itu...

          Rinai hujan mengantarkanku ke tempat terakhirku. Ke tempat yang akan menjadi tempat untuk menyesali kehidupanku yang payah. Aku tahu kau ada disana. Kemeja putih yang kau pakai terlihat sangat mencolok diantara baju hitam yang dipakai oleh pelayat lainnya. Kau memegang sebucket bunga mawar putih ditanganmu.. aku tahu itu untukku.
          Seorang suster yang telah merawatku sejak kecil datang menghampirimu dan memberi sepucuk kertas bewarna kuning dengan tinta biru didalamnya. Kau mulai membaca setiap baris surat itu.
Surat dariku...


Saat itu adalah saat pertama kalinya aku melihatmu. Senyumanmu mempesonaku saat itu. Sejak itu aku mulai mengagumimu dalam diam. Tahukah kau aku selalu memperhatikanmu dalam diam hingga kau mengajakku berkenalan. Perkenalan singkat yang mengesankan, bagiku. Aku bahagia. Hari-hari ku bersinar sejak aku bertemu denganmu. Terimakasih dan maaf karna telah membuatmu masuk kedalam kehidupanku, karna meninggalkanmu dalam kesedihan, karna kenangan yang tak terlupakan, karna kebahagian yang kita lalui, karna rindu yang membekas, dan karna kesedihan yang akhirnya kita rasakan. Terimakasih atas segala cinta….

Sepucuk surat pertama dan terakhir dariku....