Thursday 26 December 2013

Saat kamu mulai melangkah pergi

Kamu selalu berkata bahwa akulah satu-satunya, akulah segala hal yang kamu inginkan. Akulah yang kamu cintai. Tapi nyatanya kini kamu menginginkan aku pergi. Pergi menjauh darimu agar aku tak mengusik kehidupanmu lagi. Seolah kamu ingin membuangku sejauh mungkin, agar aku tak berada disisimu lagi. Sedangkal itukah cinta yang selama ini selalu kamu ucapkan? Aku kecewa telah membiarkanmu masuk ke dalam kehidupanku. Mengusik kehidupanku dan membuatku jatuh terlalu dalam padamu. Seharusnya aku tak perlu merasakan cinta yang terlalu dalam terhadapmu jika nyatanya cintamu hanya sedangkal ini. Tapi sayang, aku telah jatuh kedalam lubang yang kamu buat sendiri. Apakah kamu tega melihatku menangis, meronta, semenyedihkan ini? Katamu, kamu tak ingin melihatku menangis, tapi nyatanya kamulah penyebab air mata ini. Seolah sesaat kamu bisa membuatku tertawa bahagia, namun sesaat kemudian kamu bisa membuatku menangis sedemikian rupa. Sadarkah kamu atas hal yang sudah kamu perbuat itu? Jangan torehkan lagi luka dihati ini, karna akan butuh banyak waktu untuk menyembuhkannya kembali.

Bukankah kamu selalu bilang bahwa kamu hanya akan memandangku karna aku bukan karna ada apanya aku? Tapi kini kamu seolah sedang menelan ludahmu sendiri. Bagaimana rasanya? Sebaiknya dulu kamu bisa menjaga janji-janjimu yang terlalu besar itu karna kini telah terbukti bahwa kamu benar-benar mengingkarinya. Padahal sebelumnya aku telah memperingatimu, jangan pernah berjanji jika tak mampu menepatinya. Tapi kamu tersenyum dengan yakin bahwa kamu tak akan pernah mengingkari janjimu. Dan bodohnya aku percaya pada setiap omonganmu. Bukan karna aku bodoh atau terlalu polos, hanya saja aku mempercayaimu karna kamu yang berbicara. Setiap hal yang terlontar dari mulutmu selalu ku percayai, dengan polosnya aku bertanya "Benarkah?", lalu kamu tertawa sambil mengusap kepalaku. Entah apa yang kamu inginkan, tapi kini aku benar-benar terluka, luka yang dalam.

Aku mungkin memang tidak sempurna, aku tidak lebih dari manusia kebanyakan. Aku bukanlah seorang malaikat yang terlalu putih, seperti halnya sebuah kanvast yang belum ditorehkan cat air. Aku hanyalah seorang manusia yang mencintaimu, yang selalu ingin berada dalam dekap hangatmu, menggenggam terus jemarimu, dan berharap suatu saat dapat bersanding denganmu di masa depan. Bahkan aku membayangkan disuatu liburan kita pergi bertamasya duduk berdua didepan dengan anak-anak kita yang lucu duduk manis di bangku belakang. Sesekali mereka bertengkar mempermasalahkan lagu yang ingin diputar atau mungkin memperebutkan kursi depan. Sungguh hal yang indah.

Seharusnya kamu tau, seharusnya kamu bisa membaca isi hatiku. Aku tak memberimu isyarat, aku malah dengan terang-terangan mengungkapkan seperti apa rasa yang ku miliki untukmu. Tapi nyatanya kamu tetap saja tidak megerti hal itu. Seolah matamu telah kamu butakan, sehingga kamu tak melihat bentuk cinta yang ku berikan. Dan telingamu telah kamu tulikan, sehingga kamu tak mendengar kata-kata cintaku, sekalipun aku berteriak. Kamu tak mengerti bahasaku. Bahkan kini aku tak sanggup lagi berkata-kata, seolah saat ini hanya tangisan yang menjerit dariku. Aku tak tau harus seperti apa lagi aku berteriak cinta ditelingamu, jika nyatanya kamu tak pernah mau mendengar itu.

Tapi sungguh, aku tak ingin perpisahan terjadi diantara kita. Aku tak ingin melihatmu melangkah pergi, aku tak ingin melihat punggungmu yang semakin terlihat jauh. Aku tak ingin berada jauh darimu. Jika ini memang perpisahan, aku menyesal karna diakhir pertemuan tak memelukmu. Aku ingin menahanmu selama mungkin, bahkan jika perlu selamanya. Tapi apa yang bisa kulakukan jika nyatanya cintamu tak sebesar cintaku? Bahkan aku telah berteriak ditelingamu bahwa aku mencintaimu, hanya kamu satu, dan aku hanya milikmu. Namun nyatanya kamu tak ingin mendengar hal itu kan? Aku menyerah.

Tapi jika masih ada jalan untuk kembali, ku mohon kembalilah.

Sunday 22 December 2013

Ku mohon, kembalilah

Mataku menatap nanar langit-langit plafon, badanku terbaring lemah diatas kasur berseprai serba putih ini. Dengan selang infus yang menancap di punggung tanganku. Perlahan tapi pasti ku buka mataku, pandanganku menyapu seisi ruangan, ada beberapa orang disampingku, menyambutku dengan penuh senyuman tapi miris. Mereka telah lama menunggu aku untuk membuka mataku kembali. Segalanya bewarna putih, disebelah kanan terdapat sebuah meja kecil yang terdapat beberapa buah-buahan diatasnya, disebelah kiri terdapat tirai pembatas dengan kamar sebelah. Sepertinya juga ada seseorang yang dirawat disebelah, sama sepertiku. Tapi aroma ini, aroma yang sangat kubenci, aroma yang selalu kuhindari tapi kini aku malah terjebak didalamnya.

Aku sama sekali tak ingat bagaimana aku bisa sampai disini. Terakhir seingatku, aku sedang menangis di kamarku. Tak bisa kubayangkan bagaimana rupaku saat ini. Beberapa orang yang datang menjenguk berkata bahwa aku terlihat sangat tak berdaya, bibirku pucat, dan badanku semakin terlihat kecil. Bahkan energi ku sudah terkuras, aku benar-benar tak berdaya. Apalagi jika kuingat kembali bagaimana kita menjalani hari bersama dulu. Tak satupun hari terlewati tanpa tawa dan kata-kata dari bibir manismu. Aku selalu suka saat tangan besarmu itu mengelus kepalaku dengan lembut dengan penuh kasih sayang. Atau saat kamu datang menghampiriku di kelas untuk menanyakan suatu soal yang tidak kamu mengerti atau hanya sekedar untuk melihat wajahku. Aku merindukanmu. Saat dulu aku begitu yakin akan cinta yang kamu berikan, seolah segalanya tertuju hanya untukku, hingga kini aku benar-benar merasakan bagaimana rasanya sebuah perpisahan. Miris memang jika kuingat semua tak lagi sama. Kini kita telah berbeda, kita telah terpisah menjadi aku dan kamu. Mungkin hal-hal yang aku rindukan itu tak akan terulang kembali. Kamu benar-benar menguras pikiran dan air mataku, sehingga aku berakhir seperti ini. Menyedihkan, satu kata yang sangat tepat untuk mewakili keadaanku saat ini.

Tak ada yang dapat kulakukan saat kamu mengutarakan rasa jenuhmu terhadapku. Aku hanya terdiam membisu, bahkan aku tak sanggup mengelak atau menahanmu untuk tetap disini seperti sebelum-sebelumnya. Iya, ini memang tidak hanya sekali terjadi tapi sudah sangat sering. Dulu aku memang selalu menahanmu agar kamu tak pergi, agar kamu tetap bertahan disini, bersamaku. Tapi kali ini aku telah sampai pada titik lelahku. Aku tak lagi sanggup menahanmu seperti dulu. Aku lelah terus menahanmu, seolah hanya aku yang membutuhkanmu, seolah hanya aku yang mencintaimu. Kita berhadapan, ku tatap dalam-dalam matamu itu, seolah mencoba mencari sesuatu yang ku harapkan masih ada. Tapi kenyataan memang menyedihkan, sama sekali tak kutemukan lagi cinta disana. Kosong, tatapanmu penuh dengan kejenuhan dan ego. Bahkan sama sekali tidak memikirkanku, padahal kamu tahu aku tak mungkin bisa hidup tanpamu disisiku. Tapi apa boleh buat, memang itu yang kamu inginkan, kamu ingin menyingkirkan aku sejauh mungkin. Mencampakkan ku agar aku tak lagi muncul dihadapanmu. Pernahkah kamu berfikir akibat dari hal yang kamu perbuat itu terhadapku? Aku mati rasa sayang. Aku tak akan sanggup bertahan.

Tapi untuk kata pisah yang kamu ucapkan kali ini aku tak lagi meraung seperti dulu. Mungkin aku memang menangis, tetapi aku mencoba untuk menahan rasa sakit dan kesedihan yang kurasakan ini. Bahkan aku berusaha menertawakannya di depan teman-temanku. Tapi seorang teman berkata bahwa aku terlalu berusaha kali ini. Aku terdiam, entah bagaimana kata-katanya memang benar. Aku terlalu berusaha untuk terlihat tegar, agar dia tak lagi berfikir bahwa aku sangat membutuhkannya. Aku ingin membuktikan padanya bahwa aku bisa melalui hari walau tanpa hadirnya lagi disampingku.Tapi kenyataan berkata lain, aku sama sekali tak sanggup. Hingga tak kusangka aku berakhir ditempat ini, ditempat yang sama sekali tak kuinginkan untuk berada disini. Aku menangis terlalu sering, aku berfikir terlalu keras, dan lukaku terlalu dalam. Namun aku tetap saja keras kepala untuk meredam segalanya dan membuat orang-orang berfikir bahwa aku baik-baik saja. Sehingga segala hal itu seolah meledak keluar dan membuat kondisiku semakin parah dan berakhir disini, semenyedihkan ini. Tapi aku tak melihat hadirmu disini walau hanya untuk melihat kondisiku. Tidakkah kamu mengkhawatirkanku? Apa cinta yang selalu kamu ucapkan setiap pagi itu benar-benar sudah tidak ada?


Untuk kamu dan cintamu yang telah pergi entah kemana. Aku menginginkan kenangan itu kembali, sungguh. Buatlah segalanya kembali baik-baik saja dan kembali menggenggam erat jemariku dengan tangan besarmu itu, seperti dulu.

Friday 8 November 2013

Kamu yang ku rindukan



Sejak beberapa minggu belakangan ini, kamu menjadi seseorang yang bertahta dihatiku. Seperti seseorang yang mengendalikan hati dan benakku. Kamu mempunyai tempat special dihati ini. Apa kamu tahu hal itu? Setelah berjalan beberapa minggu, dari waktu ke waktu perasaan ini semakin menemukan titik puncaknya. Bahkan telah menemukan tempat untuk berlabuh, tempat yang kurasa nyaman untuk bisa bertahan selama mungkin. Tempat yang membuatku tak ingin pergi. Aku terlalu nyaman dengan tempat itu, dihatimu. Aku tidak tahu bagaimana jadinya jika nanti kamu pergi menghilang dari hari-hariku. Karna kini kamu telah menjadi bagian dari setiap hembus nafasku. Bahkan aku selalu membawa namamu dalam percakapan panjangku dengan Tuhan. Sepenting itu kamu dikehidupanku. Mungkin di matamu aku terlihat tidak mau tahu atau sebagainya, tapi hanya saja aku tidak tahu bagaimana cara mengungkapkan rindu. Aku tak terbiasa dengan pengungkapan. Aku terbiasa memendam perasaan sedalam mungkin tanpa pernah berfikir untuk mengungkapkannya. Tapi denganmu, aku mulai belajar bagaimana pengungkapan dan seperti apa itu cinta. Tanpa menyangkal, kini hidupku menjadi lebih berarti semenjak kehadiran sosokmu. Hitam dan putih kini menjadi lebih bewarna semenjak sosokmu hadir mengisi setiap ruang-ruang kosong dihatiku. Entah itu warna gelap ataupun warna terang yang kamu torehkan dalam hari-hariku. Yang jelas saat ini ataupun nanti, aku ingin kamu tetap terus bertahan dihatiku. Bertahan untuk selalu menggenggam jemariku dan terus merasakan ketakutan, ketakutan akan kehilanganku. Tapi aku selalu meyakinkanmu bahwa aku tak akan pergi sayang. Bagiku, kamu adalah rumah dimana tempat aku harus pulang dan menuju. Kemanapun aku pergi, aku akan kembali ke rumahku, yaitu kamu.

Tapi seiring berjalannya waktu perubahan demi perubahan pun terjadi, mungkin ini hanya perasaanku saja. Tapi firasat ini membuatku risih. Aku merasa kamu telah berada pada titik jenuh saat ini. Jujur, beberapa orang meninggalkanku karna hal itu. Dan aku tak ingin kamu pergi dengan alasan yang sama seperti beberapa orang dimasa laluku. Jika kamu memang jenuh denganku, aku hanya bisa mengambil kesimpulan bahwa mungkin aku memang bukan penyebab kebahagiaanmu. Aku bukan tipe yang dengan mudah mengerti perasaan orang, tapi aku tipe yang butuh penjelasan untuk mengerti. Sayang, aku bukan cenayang atau mind reader. Aku butuh penjelasan akan segala perubahan sikapmu. Dan aku juga bukan tipe orang yang bermanis-manis saat kamu menunjukkan sikap jenuhmu, aku tak bisa seperti itu. Aku tak akan menahanmu jika itu alasan mu untuk pergi, walaupun aku sangat ingin menahanmu untuk selamanya dan semampuku. Tapi wujud cinta bukanlah keterpaksaan. Aku tahu, aku tak mungkin memaksamu untuk menjadikan aku satu-satunya. Jika kamu memang jenuh, aku rasa aku tak perlu membuatmu kembali seperti dulu lagi. Karna aku yakin jika kamu memang cinta 'seperti yang kamu bilang' kamu seharusnya tahu bagaimana cara menyikapi rasa jenuhmu. Dan aku rasa aku telah melakukan segala yang terbaik bagimu. Kali ini aku mencoba untuk menjadi yang kamu minta, menjadi apa yang kamu mau, menjadi seperti yang kamu inginkan. Bahkan jika yang kamu inginkan itu bukan seperti aku yang seharusnya, tak apa, aku rela sayang. Jika hal itu bisa membuatmu betah untuk tetap berada disampingku, untuk tetap menggenggam erat jemariku dan tak melupakan kata-kata cinta yang selalu kamu ucapkan. Tapi jujur saja, aku merindukan kamu yang dulu dan kita yang dulu. Kemana perginya kamu yang dulu? Apakah kamu yang dulu telah berpaling ke genggaman wanita lain? Aku harap firasat aku kali ini salah.

Sekali lagi sayang, aku tak akan bisa mengerti bagaimana perasaanmu saat ini jika kamu tak mengatakannya. Tak apa jika hal itu ternyata pahit, tapi setidaknya aku tidak lagi kebingungan menghadapi sikap anarkismu. Tapi kali ini kamu benar-benar membuatku jatuh, aku merasa kehadiranku tak lagi kamu butuhkan. Atau cinta yang kamu rasakan padaku hanyalah cinta sesaat? Sehingga kini kamu telah menemukan titik jenuhnya. Kini yang aku tahu hanyalah menunggu, menunggu saat dimana kamu akan menjelaskan segala perubahan ini. Dan kini namamu sangat ku nantikan untuk hadir dalam getar diponselku. Sayang, aku bukanlah sebuah games yang hanya kamu mainkan disaat kamu ingin atau merasa jenuh. Tapi aku ingin menjadi rumah untukmu, tempat kamu pulang. Bukannya persimpangan jalan yang hanya kamu singgahi.

Aku tak ingin cinta ini akhirnya hanya menjadi ambigu yang meluap di antara udara-udara yang menghilang. Aku tak ingin hanya menjadi persimpangan jalan yang hanya kamu singgahi, bukannya menjadi tempat kamu menetapkan diri. Tapi jika ternyata kamu benar-benar pergi, aku tak tahu dimana harus menyandarkan diri. Aku tak tahu kemana aku harus mengarahkan diri. Jika kamu pergi, aku tak lagi punya tujuan sayang. Karna kamu adalah tujuanku. Aku akan kehilangan arah jika kamu pergi. Bahkan aku tak tahu kemana arah angin membawa ku nantinya. Tapi aku berharap jika itu memang terjadi, aku ingin arah angin itu membawaku untuk kembali bersamamu. Kembali menemukan kita yang dulu. Kamu yang dulu. Kamu yang aku rindukan. Mungkin kamu tak tahu seperti apa rasa rindu menggebu yang aku miliki saat ini. Saat ini, detik ini juga aku ingin memeluk erat tubuhmu dan menggenggam erat tanganmu. Mengisyaratkan aku tak ingin kamu pergi, aku ingin menahanmu selama mungkin, bahkan jika kamu tak inginkan hal itu. Tapi sayang, rasa rindu ini kini hanya meluap bersama udara tanpa arah tujuan. Apa kamu rela jika rasa rinduku tak punya arah seperti itu? Apa kamu tak takut jika rasa rinduku pindah ke hati yang lain? Tentu aku tak menginginkan hal itu, tapi itu hanya untuk menyadarkanmu bahwa aku ada. Sosokku ada sayang, aku sosok yang selalu menunggu kepulanganmu.


Untukmu sayang, jangan pernah berubah, jangan pernah mencoba untuk pergi dariku. Karna tangan ini akan menahanmu selama mungkin, sebisa mungkin, semampuku. Jadikan aku tempat untuk pulang bagimu. Karna aku akan menunggu kepulanganmu. Aku akan menyambut kepulanganmu dengan penuh senyuman, miris tapi bahagia, tak apa.

Monday 28 October 2013

One and only

You came into my life and made everything has changed
I mean, you brought colors into my life
You give me the happiness
You always can make me laugh
Every times I see you, it's like there are butterflies in my stomach
Every times we are closer, you always make my heart beat more fast than ever
I'm thinking about you every seconds, every minutes and every time I have
You're like the one who controlling my brain, my breath, my heartbeat, and everything
This is feel make my heart beating like a crazy
When you hold my hand, it's feel like nervous
When you touch my face, I feel like fly into the sky
When you look at me for a long time, that's always can make me blushing
You're the all of my happiness
I love your big eyes, your eyelash, your nose, your hair, your smile, your cute voice and everything you have
And I think I didn't need anything else, only you is enough for me
I love when you hold my hand
I love when you stroked my head
I feel like the only one for you
I feel in love with you, I don't how, I don't know why. I just did
All I wanted was you for now and until forever
I was starting to fear of losing you
Because you're my breath
I can't imagine to live without you
Next to you, that's where I want to be
I want to be by your side forever

Love is not always a perfect picture, we fight, we cry, we learn it's worth it
But always say sorry about the false and for forgiveness
Please don't hurt me
Please don't make my tears fall
Please don't be in love with someone else
Please don't leave me
Please don't ever say goodbye
Just say you will be by my side forever
And say you will love me forever too
I don't wanna lose you now and never wanna lose you
Cause to be with you is all that I need
My life can be perfect just the way you are pushing me
For all happiness you gave to me,
Thank's for coming into my life and stole my heart
Thank you so much vik
I hope this happiness didn't find the end
Hope this is will be endless of happiness




Thursday 24 October 2013

To be with you is all that I need

Bukankah aku pernah bilang setelah hujan pasti ada pelangi? Kini hujan itu telah kulewati dan pelangi telah menyambutku dengan kehangatannya. Aku menemukan pelangi itu padamu. Kamu menjadi pengobat lukaku yang terbilang cukup parah ini. Kini sedihku telah berganti menjadi senyum yang merekah. Wajah muramku telah berganti menjadi wajah penuh rona bahagia karnamu. Terimakasih untuk hadir disaat yang tepat. Dan berhasil dengan mudah membuatku jatuh untukmu.

Kini ia tak lagi hadir disetiap mimpi malamku. Wajahnya yang dulu selalu hadir dimimpiku kini telah berganti dengan wajahmu. Kamu kini telah menjadi penghuni baru disetiap mimpi dan ruang kosong dihatiku. Dan kini aku telah memiliki mimpi baru, yaitu memilikimu. Kamu adalah kepinganku, kepingan yang selama ini aku cari. Aku harap aku tak sedang mengejar hal yang sia-sia. Kamu tau? Kini dihati ini hanya ada namamu. Tanpa ada celah untuk nama yang lain. Kini kamulah yang selalu menjadi penyebab tawa dan juga tangisku. Kamu berhasil mengisi setiap ruang kosong dihatiku tanpa memberi celah sedikitpun untuk yang lain. Bahkan aku tidak tahu kenapa dan bagaimana hal ini bisa terjadi. Hatiku memilih begitu saja, tanpa permisi sedikitpun padaku. Dan kamu berhasil menyelonong masuk kedalam kehidupanku. Lalu membuat segalanya berubah, terasa jauh lebih indah, membuat hari-hari ku penuh rona. Namun, aku berharap kamu tidak melakukan cara yang sama untuk pergi tanpa pamit dariku, seperti cara yang kamu lakukan saat datang kedalam kehidupanku. Dan akhirnya hanya akan membuat luka baru. Jangan sayang, luka lamaku saja belum begitu sembuh. Bagaimana bisa kamu tega menorehkan luka baru diatas luka lamaku?

Aku harap tawaku kini nantinya tak berubah drastis menjadi bulir air mata. Karna sejak awal kamu muncul, kamu telah berhasil menggenggam hatiku sangat erat. Sehingga aku tak mampu lagi untuk berpaling ke lain hati. Seutuhnya hati ini hanya untukmu, milikmu. Kini kamulah yang mengisi hari-hariku dengan tawa dan senyum bahagia. Entah mengapa, saat berada didekatmu, aku merasa nyaman dan aman. Seolah kamu adalah rumah tempat aku merasakan kenyamanan. Aku tak butuh lagi yang lain, cukup hanya kamu disisiku. You're the place I'll come home to. Dan aku harap kamu bisa menjaga hatiku ini, karena hati ini begitu rikuh. Memang, awalnya aku takut untuk menyerahkan seluruh hatiku padamu tapi kini aku lebih takut lagi untuk kehilanganmu. Kini kamu telah menjadi salah satu dari beberapa kebutuhan hidupku. Jika kamu pergi, aku tak tahu bagaimana jadinya aku sepeninggalmu nantinya. Karna itu, aku mohon jangan pergi. Saat ini terlalu terlambat jika kamu ingin menghilang dariku, cinta ini sudah terlanjur ada sayang. Perasaan ini sudah terlanjur dalam dan aku sudah terlanjur basah. Rasanya pasti sakit jika ternyata semua ini hanyalah imaji belaka. Seolah semua ini hanya mimpi disuatu malam.

Namun salahkah jika aku ingin memilikimu seutuhnya? Menggenggam erat jemarimu tanpa perlu lagi memikirkan status kita. Dan kini hatiku mulai bertanya-tanya, siapa kamu? Siapa aku? Dan apa kita? Bodoh rasanya jika kita enggan saling membahagiakan hanya karna beberapa perbedaan diantara kita, padahal kita telah mengungkapkan isi hati masing-masing. Bahkan sangat mengetahui seluk beluk isi hati masing-masing. Lalu apa lagi yang kita tunggu? Berharap agar perbedaan itu tidak ada? Bodoh, hal itu tak akan terjadi. Tapi kita tetap bisa saling membahagiakan ditengah banyaknya perbedaan, aku yakin itu. Apa aku masih belum pantas untuk menjadi sesuatu yang kamu perjuangkan? Atau kamu memang masih meragu, atau mungkin perasaanmu tak sedalam yang kumiliki? Atau mungkin ini hanya mimpiku? Mungkin aku hanya mencinta sendiri.

Setiap hal pasti membutuhkan sebuah kepastian, apalagi kita. Sebenarnya ada apa diantara kita? Cinta tanpa keberanian? Atau cinta penuh keraguan? Jika kamu bertanya apakah aku ragu, aku akan menjawab; aku sama sekali tidak meragu tentang apa yang ada diantara kita kini. Hanya saja aku ingin menikmati setiap waktu bergulir tanpa terasa, berdua saja denganmu. Membicarakan berbagai hal, tertawa bersama, menatap mata sayumu yang indah itu, dan menggenggam erat tanganmu. Kamu tau? Kini aku adalah seseorang yang selalu ingin berjalan kearahmu, mengikuti bayangmu.
Namun setelah segala hal yang kita lalui, apa aku salah jika aku menginginkan sebuah kepastian yang terlontar dari mulutmu? Bahkan kita sudah saling mengungkapkan rasa, dan bahkan telah ada kata sayang disetiap pesan yang saling kita kirim. Seolah tak mengerti kejengahanku, kamu hanya menganggap lalu segala hal. Seolah tak mengerti isi hatiku, aku mencintaimu.

Untuk sang pelangi, jangan pernah menjadi hujan. Tetaplah menjadi pelangi, pelangi yang selalu memberikan kehangatannya hanya untukku. 

Tuesday 15 October 2013

Andai engkau tau

Tulisan sebelumnya : Long time no see :))


Langkah kaki membawaku untuk berjalan dengan tujuan yang pasti. Namun tiba-tiba langkahku terhenti begitu saja, mataku menangkap sosokmu;dari lutut hingga kaki. Aku hafal betul bentuk sepatumu, namun aku tak sanggup mendongakkan kepalaku untuk melihat wajahmu, aku hanya terus menunduk. Sungguh aku tak sanggup jika harus bertatapan denganmu, apalagi dalam jarak sedekat ini. Saat kamu berada tepat didepanku, langkahmu terhenti begitu saja, begitu pula denganku. Dalam hitungan beberapa detik kita mematung dalam kebisingan sekitar. Tujuanku menghentikan langkah karna ingin mempersilahkanmu untuk lewat duluan, dan jantungku yang tak bisa diajak kompromi ini masih saja menghentikan detaknya saat berada terlalu dekat denganmu. Tapi mengapa kamu juga malah menghentikan langkah? Aku membatin didalam hati agar kamu cepat berlalu. Tapi hal itu tak kunjung terjadi. Dan pada akhirnya aku memberanikan diri untuk melangkah meninggalkanmu yang masih mematung disana.

Mungkin ini perasaanku saja. Terkadang kudengar kamu menggumamkan lagu yang aku sukai. Kita juga pernah melontarkan kata-kata yang sama. Bahkan beberapa kali kamu mengulang apa yang aku katakan. Apa aku terlalu peka untuk mengartikan segala hal ini? Sehingga aku mengartikan segalanya bak isyarat yang kamu berikan untukku. Isyarat yang kamu tujukan untukku.

Entah bahasa apa yang kita gunakan untuk berkomunikasi. Seolah bisa mengerti hanya dengan tatapan mata. Sampai kini aku masih tidak mengerti apa maksud dari segala hal yang membingungkan ini. Mungkin kita tak akan pernah bicara dan mengungkapkan perasaan yang ada. Kita hanya berbicara lewat bahasa tubuh dan sorot mata. Kita masih belum menemukan bagaimana cara mengungkapkan rindu. Atau semua ini hanya aku yang merasakan? Merasakan perasaan yang tak kunjung tersampaikan, hingga meluap bagai ambigu. Mempunyai rasa rindu yang menggebu. Apa hanya jantungku yang berdegup sangat kencang saat berada didekatmu?

Aku tidak mengerti, terkadang kamu melihatku dengan tatapan penuh kebencian tetapi terkadang kamu menatapku dengan tatapan penuh arti. Tatapan yang hingga kini sulit untuk ku artikan. Atau aku yang terlalu bodoh sehingga tak dapat mengartikan segala hal ini? Atau cinta ini memang terlalu semu untuk aku harapkan. Terlalu banyak waktu dan air mata yang terbuang jika semua ini hanyalah fatamorgana belaka.

Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan terhadap cinta penuh ambigu ini. Segala hal terlihat semu dimataku. Tak ada yang jelas dimata ini. Bahkan aku tak melihat sedikitpun cahaya untuk kita bersama. Sama sekali tak kulihat hal seperti itu. Bodoh memang, merindukan seseorang yang bahkan tak pernah mengetahui rasa rindu yang kumiliki ini. Dan bahkan aku tidak tahu bagaimana cara mengungkapkan rasa rindu. Ya bodoh memang, mencintai seseorang yang tak pernah melihat keberadaanku, yang tak pernah menganggapku ada. Bagai  persimpangan jalan yang hanya untuk kamu lewati, bukan untuk kamu singgahi. Atau aku terlalu polos jika menganggap ini cinta? Tapi nyatanya memang begitulah hal yang kurasakan. Mencintai dalam diam, menatap dalam jarak, merindukan dalam derai air mata, dan mendekap dalam do'a. Mungkin Tuhan telah bosan mendengar namamu yang selalu kusebut dalam setiap do'a ku. Dan mungkin malaikat mimpi sudah jenuh dengan kehadiranmu dalam setiap mimpi malamku. Hingga aku menganggap dunia mimpi lebih indah dibanding dunia nyata.

Untuk anda yang selalu membuat saya kebingungan dan mencari-cari jawaban atas segala pertanyaan yang saya tujukan sendiri.

Tulisan ini berlanjut ke : Derai air mata untuk mematikan rasa

Saturday 12 October 2013

Derai air mata untuk mematikan rasa

Tulisan sebelumnya : Andai engkau tau

Kini namamu tak lagi berada dalam setiap frasa do'a yang ku kumandangkan disetiap malamnya. Wajahmu tak lagi mengisi setiap mimpi dalam tidurku. Dan bayangmu tak lagi mengisi setiap ruang kosong dalam lamunanku. Mungkin inilah saatnya aku harus sadar. Menyadarkan diri bahwa kamu tercipta bukan untuk kumiliki. Aku terlalu lama membisu, memendam rasa yang meluap bagai ambigu. Sifatmu yang sarkatis membuatku menyisakan jarak diantara kita. Aku terlalu takut untuk mendekatkan diri denganmu. Beberapa bulan yang lalu aku mungkin memang tak pernah berani menatap hitam bola matamu yang sangat tajam itu, tapi kini aku malah memberanikan diri untuk menantang dua bola mata itu. Aku hanya ingin mematikan rasa.

Mungkin juga karna keadaan yang memaksaku untuk mematikan rasa. Apa kamu tahu seperti apa rasanya didesak keadaan untuk mematikan rasa, padahal perasaan itu sedang berada dititik terpuncaknya. Kamu tidak tahukan? Kamu juga tak pernah tahu setiap tetes air mata yang selalu disebabkan olehmu. Air mata yang jatuh karna menahan sakitnya menerima keadaan. Kamu tak pernah tahu seperti apa rasanya mencintai seseorang yang tidak boleh dicintai. Merindukan seseorang yang tak boleh dirindukan. Dan terus-terusan memikirkan seseorang yang tak boleh dipikirkan. Dan apa kamu tahu seberapa banyak air mata yang kujatuhkan untuk itu? 

Kenyataan berteriak digendang telingaku, kamu adalah orang yang tak boleh aku cintai. Tak boleh aku rindukan. Tak boleh aku pikirkan, dan tak boleh aku mimpikan. Terkadang aku berfikir bahwa menjadi orang egois itu pasti menyenangkan, hanya mementingkan hati sendiri. Tapi aku tak bisa seperti itu. Sungguh aku mencintaimu, sangat mencintaimu. Namun apa daya, aku tak boleh begitu. 

Ketika aku tahu hal itu, aku mulai mencoba merubah rasa cinta menjadi rasa benci. Merubah rasa rindu menjadi amarah. Aku memaksa segala hal dihatiku untuk membalikkan arus. Mencoba melawan arus, walaupun aku tahu arus hatiku tetap saja mengarah kepadamu. Cinta tak mungkin secepat itu untuk berubah menjadi benci bukan? Hingga nanti cinta ini berubah menjadi benci, maafkan aku tapi beginilah caraku untuk melupakan sosokmu. Namun terkadang aku ingin untuk bersikap egois, sekali saja. Aku ingin berada disisimu, merasakan indah lekuk wajahmu, sekali saja. Sehari saja aku ingin merasakan genggaman tanganmu, belai kasihmu, menikmati waktu bergulir tanpa terasa berdua saja denganmu dan seperti apa rasanya dicintai oleh sosok seindah musim semi sepertimu. Aku ingin tahu. Tetapi aku tahu, kamu hanyalah imaji belaka. Bahwa semua ini hanya mimpi disuatu malam.

Namun hati ini memaksaku untuk tetap berada didekatmu. Namun tetap saja, keadaan tidak ingin merubah kenyataannya. Kamu adalah orang yang tidak boleh aku cintai.
Namun bolehkah aku bertanya? Apa aku tak berhak untuk berada digenggaman orang yang kucintai? Bahkan sangat kucintai.

Setelah semua berlalu, aku tak pernah menyangka bahwa seperti inilah akhir dari kisah kita. Kisah yang tak menemukan akhir sebuah kebahagiaan. Mungkin kebahagiaan memang membenciku, sehingga aku tak diperbolehkan untuk berada dalam genggamanmu;orang yang sangat kucintai.
Dan kini aku hanya bisa menikmati setiap luka yang kurasakan hingga nanti aku terbiasa dengan luka itu.

Monday 2 September 2013

Puisi; Kepergianmu

Bukankah yang datang pasti akan pergi?
Pergi meninggalkan dan menyisakan goresan luka dihati
Goresan luka yang mungkin akan membekas
Menyisakan kenangan yang mungkin akan terus menghantui
Kenangan yang mungkin, tak bisa dilupakan
Perasaan mungkin bisa saja hilang seiring berjalannya waktu
Tapi tidak dengan kenangan
Kenangan akan selalu membekas seperti luka

Memang tidak mudah untuk mengikhlaskan
Mengikhlaskan kebersamaan kita dulu yang kini telah menjadi kenangan
Namun untuk apa terus berada dalam ruang lingkup hitam ini
Didalam gelapnya kesedihan ini pasti ada terang diujung sana
Walau hanya meraba jalan untuk keluar, paling tidak aku berusaha
Hingga kini aku masih dalam tahap mencari jalan keluar
Namun keyakinan yang kuat membuatku terus bertahan
Aku tak ingin tergoyahkan
Aku tak ingin terlihat lemah
Bukankah kita harus siap untuk sebuah kepergian?
Kepergian yang mungkin akan menjadi akhir dari segalanya

Tentu ada semilir duka
Namun aku percaya segalanya pasti akan berlalu
Dan bukankah hidup akan tetap berlanjut?
Walaupun hari-hari terlewati tak pernah tanpa bulir air mata
Tapi kaki ini akan tetap tegak berdiri
Menopang kerapuhan hati

Tentu ada rasa kehilangan
Namun mengharapkan "kita" bagaikan tengah membirukan senja yang terlalu merah
Kita tidak ditakdirkan untuk berada dalam suatu kisah yang indah
Suatu kisah tanpa derai air mata
Namun jika aku bukan jalanmu, untuk apa aku bertahan?
Walau harus menembus luka
Aku akan tetap berjuang
Berjuang untuk melawan hati
Melawan hati untuk mengikhlaskan kepergianmu
Aku tak ingin perasaan ini menjadi bumerang untuk masa depanku
Ini bukanlah akhir dari segalanya
Dan bukankah setelah hujan selalu ada pelangi?

Saturday 31 August 2013

Puisi; Sebuah pengabaian

Pertemuan ini aku tahu bukanlah sebuah kebetulan
Melainkan sebuah takdir
Takdir yang mempertemukan kita
Takdir yang membuatku menjadikanmu sebagai tambatan hati
Takdir yang membuatku berjuang seorang diri
Tapi untuk apa kita dipertemukan oleh takdir?
Apa memang hanya untuk merindukan seorang diri?
Memendam rasa dan menutupnya serapat mungkin
Apa hanya itu tujuan kita dipertemukan?
Namun bukankah setiap orang berhak untuk berada didalam genggaman orang yang dicintai?
Tapi aku tahu aku tak berhak untuk mengharap berada dalam genggamanmu
Berharap agar engkau menjadikanku sebagai tempat berlabuh
Aku tahu betul hal itu mustahil untuk terjadi

Andai engkau tahu seperti apa rasa yang kumiliki
Rasaku ini terlalu berharga untuk kau benci
Untuk kau hina sebegitu rupa
Dan untuk sebuah pengabaian
Aku tak pernah meminta, meronta, ataupun berlutut agar bisa memilikimu, tak pernah
Aku hanya berharap dalam angan
Melayangkan lamunanku pada sebuah udara kosong
Berharap agar engkau tak menganggapku sebagai sebuah kesalahan
Menganggapku sebagai sebuah parasit
Maaf, aku tak pernah berniat untuk mengganggumu, tak pernah

Hingga kini aku hanyalah seorang pengagum rahasia
Mengagumi sosokmu dari sisi gelapku
Mencintaimu dalam kebisuanku
Mendekapmu dalam do'a ku
Dan merindukanmu dalam derai air mataku
Tapi apa kau pernah melihat semua perjuanganku selama ini?
Pernahkah kau melihatku sedikit saja? Tak pernah
Bagimu aku tak pernah ada
Seolah hanya semilir angin yang sudah biasa lalu dihadapanmu
Tapi apa kau tahu bahwa jika tak ada angin, belum tentu hembusan nafasmu itu masih ada hingga kini
Sebegitu tak pentingnya aku dimatamu
Tapi aku tetap saja tak pernah lupa menjadikanmu isi dalam do'a ku

Monday 19 August 2013

Long time no see :))


Tulisan sebelumnya : Saat kau tak menyadari perhatian yang kutujukan kepadamu


Lewat celah sebuah pintu kulihat sosoknya disana, sosok yang sangat kurindukan. Sosok yang sangat betah menghuni setiap ruang kosong dihatiku setelah sekian lamanya. Gelak tawaku berubah menjadi degup jantung yang berpacu sangat kencang dan keras. Kufikir jantung ini tak lagi berdegup kencang saat kulihat lagi sosoknya setelah sekian lama tak terlihat. Ternyata aku salah, jantung ini malah berdegup lebih kencang dari biasanya. Kufikir sosoknya tak lagi menghuni ruang kosong dihati ini. Tapi ternyata malah dialah yang bertahta diruang ini. Dia masih menjadi orang yang selalu kurindukan. Senyumannya yang setelah sekian lama tak lagi menghangatkan hari-hariku. Tatapan matanya yang setelah sekian lama tak meneduhkan hati ini. Suaranya yang setelah sekian lama juga tak menggetarkan hatiku. Kini terbayar sudah segalanya, setelah kulihat sosoknya hari ini. Setelah sekian lama tak kulihat kebahagiaanku, dia. 

Tanpa menutupi, biskuit lunak didalam kepalaku sempat mencoba mempengaruhi hati ini. Mengajak untuk melupakan sosoknya. Menyuruh untuk tak lagi memperdulikannya. Menyuruh agar tak lagi membuka telinga untuk mendengar kabar tentangnya. Dan memerintah mata ini untuk membutakan tatapan saat berpapasan dengannya. Tapi hatiku kini telah dewasa, ia telah bisa menentukan pilihannya sendiri. Menentukan siapa orang yang pantas untuk dicintai. Walaupun telah kubutakan mata hati, tapi ia tetap saja tak ingin pergi dari hati ini. Walaupun telah ku tulikan telingaku, untuk tak lagi mendengar apapun kabar tentangnya. Tapi apa daya, cinta telah memanggilku. Memanggilku untuk tetap menjaganya didalam hatiku. Cinta ini tak pernah menuntut untuk dapat menggapainya, hanya saja ketulusan mengalahkan segalanya. 

Kakiku mengayunkan langkahnya menyusuri sebuah lorong, disuatu ruangan mataku mendapati sosok seseorang. Ia duduk dengan kedua tangan yang diadu tepat didepan wajahnya. Seperti sedang memikirkan sesuatu atau mungkin menunggu sebuah kepastian. Dengan tas bewarna hitam yang tersandang dibahu dan pandangan yang lurus kedepan. Dari samping kulihat siluet wajahnya, memperhatikan lekuk pahatan tangan Tuhan. Tak satupun detail lekuk wajahnya kulewati. Hidungnya yang menjulang mancung. Lekukan bibirnya yang sangat kuhafal. Matanya yang selalu berhasil membuat jantungku berdegup sangat kencang. Kutemukan sosoknya disana. Tapi sosok itu terlihat bingung. Perasaanku langsung berfirasat buruk. Hati ini terus bertanya, apakah firasat buruk ini akan terjadi? Tak perlu beberapa menit, sebuah pemandangan telah menjawab pertanyaanku tadi. Firasat buruk itu benar-benar terjadi.

Dengan langkah cepat dan jantung yang menggebu kulewati sosoknya, secepat angin; aku pun berlalu. Mataku kini mencoba membutakan penglihatannya agar tak selalu memperhatikan setiap tingkahnya. Telingaku mencoba untuk menulikan gendangnya agar tak mendengar suara atau kabarnya. Tubuhku membisu mencoba tak meperlihatkan seperti apa rasa yang kumiliki. Sungguh, ini menyedihkan. Berkali-kali kuhela nafas mengingat apa yang telah terjadi. Namun tak ada yang dapat ku ubah. 


Sayangnya hati ini mengalahkan segala perlawanan otakku untuk tak lagi memperdulikannya. Biskuit lunak didalam kepala ini memerintah hatiku agar mengabaikannya. Namun tak sanggup ku melakukan hal itu. Semakin mencoba untuk menjauh, semakin besar rasa yang kumiliki. Perasaan ini telah lama ada, dan telah lama terpendam. Seolah menguap dari dasar hati, menguap dan berbaur bersama udara, dan menghilang dari pandangan. Sorot mataku terus saja memperhatikan setiap tingkahnya, terkadang tertawa akan tingkah konyolnya, atau aku hanya diam untuk melawan hati ini. Seringkali aku tak bergeming saat didekatnya. Aku malah berubah menjadi orang yang berbeda. Hati ini terus melawan otakku yang bersikeras untuk mengacuhkannya. Andai dia tau betapa sulitnya menahan rasa seperti yang kurasakan saat ini untuknya.

Setelah sekian lama, kamu apa kabar? 
Setelah sekian lama saat kulihat lagi sosokmu, jantungku berdegup sangat kencang. Aku menjadi risih; tak tenang. Ada sesuatu yang meredam didalam hati ini. Rasa rindu yang tak pernah bisa terungkap. Aku merindukanmu.

Monday 5 August 2013

Bertahan atau pergi

Manusia tak dapat memilih jalan mana yang ingin ditempuh. Apakah itu jalan yang penuh liku atau kah jalan lurus tanpa hambatan. Begitu pula dengan hidup, kita tak dapat memilih. Bertahan atau pergi. Kita hanya bisa menjalaninya, menjalani garis hidup yang telah dipilihkan untuk kita. Tapi terkadang tak sedikit orang yang tidak bersyukur dengan apa yang telah dimilikinya. Berfikir bahwa hidup merekalah yang paling menyedihkan, berfikir bahwa merekalah yang paling menderita dikehidupan ini. Mereka hanyalah orang-orang egois yang tak tahu kata terimakasih. Mungkin mereka tak pernah membayangkan bahwa diluar sana banyak orang yang lebih menderita dibanding mereka. Misal saja salah satu diantara mereka, orang-orang tolol yang mau saja mengakhiri kehidupannya untuk hal-hal yang sebenarnya masih bisa dihadapi dan dilaluinya tanpa harus melakukan hal bodoh seperti itu. Pemikiran mereka terlalu pendek. Jika saja mereka cerdas, mereka tak akan melakukan hal bodoh itu. Ingat saja, hidup tak akan pernah selalu berjalan mulus seperti yang kita inginkan. Kita hanya bisa menghadapi dan menjalaninya sebaik mungkin. Seharusnya kita tahu, hidup tak sama rupanya dengan film-film yang kita tonton, yang menjanjikan akhir bahagia. Kita semua tahu hal itu.

Lihatlah disekitar sana, banyak orang yang sepanjang hidupnya dihabiskan untuk berjuang, berjuang untuk tetap bertahan. Tapi apa yang dilakukan orang-orang bodoh itu? Mereka menyia-nyiakan kehidupan. Sedangkan disana seseorang terus berjuang dan berjuang melewati tiap detik, menit, jam, atau mungkin jika mereka beruntung mereka akan melalui beberapa hari atau tahun dalam hidupnya. Menaruh harap untuk sebuah kehidupan. Menaruh harap untuk melihat sebuah cahaya didalam kehidupan. Orang-orang seperti ini tak mengenal lelah. Oke, pasti sesekali mereka merasa lelah dan tak sanggup lagi berjuang. Tapi angan-angan tentang masa depan lebih dipilihnya untuk menjadi alasan bertahan. Jangan menjadi orang bodoh yang menyerah pada hidup. Jadilah pejuang yang terus memperjuangkan mimpi-mimpi untuk masa depan yang cerah.

Sekarat, satu kata yang sanggup membuat mereka tersudut. Tapi sakit, perih, mereka abaikan untuk tetap bertahan. Bertahan demi orang-orang yang mereka cintai. Meredam sakit yang dirasa untuk melihat orang-orang yang mereka cintai tersenyum. Agar tak setetes pun air mata orang-orang yang dicintai jatuh. Namun bukankah manusia itu berbeda dengan malaikat? Terkadang aku berfikir, berangan-angan agar aku hidup sebagai malaikat saja. Malaikat tak perlu merasakan perihnya menjadi orang yang sekarat. Malaikat tak perlu berjuang untuk bertahan hidup. Malah salah satu diantara mereka malah bertugas untuk mencabut nyawa manusia. Mereka bahkan tak memiliki hati dan perasaan. Jadi mereka tak perlu merasakan kesedihan. Aku ingin menjadi mereka, menjadi seorang malaikat.

Sedangkan orang-orang sekarat ini tidak pernah tahu apakah didetik selanjutnya mereka masih akan merasakan hirup nafas yang mengalir diurat nadi mereka, atau jantung yang berdetak sesuai ritmenya. Mereka tak pernah diberikan kepastian, kepastian tentang apa yang akan terjadi kedepannya. Mereka dibiarkan menerka-nerka, menerka-nerka kehidupan mereka. Menerka waktu yang mungkin akan diberikan. Kebanyakan dari mereka diciptakan untuk menjadi makhluk yang positif, positif dalam menghadapi hidup. Karna mereka tahu, jika negatif yang dipikirkan, maka hal negatif pulalah yang akan terjadi. Begitu pula sebaliknya.

Tak sama dengan penikmat hidup lainnya. Mereka diharuskan untuk berhati-hati pada hidup. Untuk berhati-hati tentang apa yang akan dilakukannya, entah itu akan menjadi ancaman bagi hidupnya. Yang akan menghancurkan segala usaha yang telah dilakukan. Hidup ini memang tak pernah adil bagi mereka, berjuang demi nafas yang ingin  terus dihirupnya, sedangkan beberapa yang lain malah memilih menghentikan nafasnya, menjadikan hidup mereka berakhir dengan sia-sia.

Sebagai manusia, lakukanlah hal-hal yang terbaik untuk hidupmu. Agar tak ada kata menyesal kelaknya.

Sunday 4 August 2013

Tak dapat ku paksa hati

Orang tolol pun tahu tak ada kisah tentang cinta yang bisa terhindar dari air mata. Begitupun aku, aku tahu betul hal itu. Namun hatiku mencoba membuka diri, dan tentunya juga siap untuk terluka. Aku tahu betul seperti apa akhir dari kisah ini. Tahu kisah ini tak akan bertahan lama. Tahu bahwa salah satu diantara kita nantinya akan terluka, kamu atau aku, hanya dua pilihan. Dan bodohnya aku memilih untuk membuka hatiku, menjatuhkan hatiku untukmu. Membiarkan angan-angan tentangmu menari-nari difikiranku. Membiarkanmu seenaknya berlabuh dihatiku. Karna aku mulai merasa nyaman denganmu, tapi jujur saja hati ini tak begitu membukakan pintunya lebar-lebar untukmu. Hanya membukakan secukupnya, secukupnya agar kamu bisa memasukinya. Aku pun tahu kamu sama sepertiku. Hatimu tak begitu membukakan pintunya saat aku mengetuk dari luar. Saat aku menyentuh hatimu. Karna kita tahu, kita pernah merasakan luka, atau mungkin luka itu masih belum kering. Aku tak tahu siapa yang kamu rindukan, aku tak bisa membaca fikiranmu. Tapi entah mengapa, aku merasa yang ada difikiranmu itu bukanlah aku. Aku menerka seseorang masih menguasai fikiran dan hatimu itu. Sehingga kamu tak begitu membukakan pintu hatimu untuk kumasuki, untuk menjadi tempat ku berniang, untuk menjadi tempatku berlabuh. Walau begitu, kita tahu perlahan demi perlahan tanpa disadari hati ini pun mulai jatuh. Mencoba mencari tempat dimana akan berlabuh. Mencari tepian yang membuat perahu ini merasa nyaman.

Aku mencoba untuk tak terlalu peduli. Mencoba untuk tak memasuki hidupmu terlalu dalam. Mencoba untuk meredam kerinduan. Mencoba untuk tak mengubris hatiku. Tapi kini semuanya terlambat, aku tersesat diruang lingkup hatimu. Bahkan kini hatiku telah memilihmu sebagai tambatan. Senyummu telah menjadi suatu keteduhan dihatiku, menjadi hal yang paling ingin kulihat setiap harinya. Suaramu pun sanggup menggetarkan hatiku. Aku juga telah menaruh harap, yang kugantungkan padamu. Telah kuberikan perhatianku untukmu. Tapi apa kini aku telah menjadi satu-satunya untukmu? Aku rasa, aku tahu apa jawaban dari pertanyaan itu.

Namun seiring berjalannya waktu, aku merasakan sesuatu yang aneh diantara kita. Kini aku tak lagi bisa menerima hati mu yang terbagi. Membiarkan orang lain menari-nari difikiranmu. Membiarkanmu berangan-angan bukan tentangku. Hatiku tumbuh menjadi egois, hanya ingin menguasai ruang hati mu seorang diri, tanpa ada orang lain selain aku. Aku tak ingin kamu membawanya ke dalam cerita-ceritamu. Begitu piciknya hati ini. Namun tak ada yang dapat kulakukan, hatimu bukanlah untukku sayang. Bahkan aku tak tahu seperti apa rasa yang kamu miliki untukku. Hatiku bukan lagi pribadi yang sabar menerima dan menunggu hingga tiba saatnya kamu akan membuka hati, kini ia telah tumbuh menjadi pribadi yang egois. Yang ingin memiliki hatimu seutuhnya. Ini bukan salahku, atau salahmu, dan tentunya bukan juga salah dia.

Walau seharusnya dari dulu aku menghindar, menghindar dari pahitnya cinta. Tetapi bodohnya aku memilih untuk mengabaikan segala perih yang mungkin akan kurasakan demi bersamamu. Mengabaikan air mata yang mungkin akan mengalir. Merelakan sakit yang akan kurasakan. Namun kini aku harus pergi tuk sembuhkan hati

Cinta tak mungkin berhenti secepat saat aku jatuh hati.
Jatuhkan hatiku kepadamu, sehingga hidupku pun berarti.
Cinta tak mudah berganti, tak mudah berganti jadi benci.
Walau kini aku harus pergi tuk sembuhkan hati.

-Cinta tak mungkin berhenti-nya Tangga

Sunday 28 July 2013

Firasat

Kudengak kan kepalaku kearah langit, warna biru menominasi ciptaan Tuhan tersebut. Kulihat awan, entah mengapa saat itu awan tak terlihat biasa dipandanganku. Salah satu awan membentuk wajahmu. Berkali-kali ku kedipkan mataku untuk memastikan apa yang kulihat barusan. Awan itu sama sekali tak berubah sayang, masih membentuk lekuk wajahmu. Bahkan desau angin meniupkan namamu yang terus terngiang ditelingaku. Tubuhku terpaku. Kurasa kini kamu memang telah menguasai sebagian besar fikiranku. Hingga aku mulai berhalusinasi tentangmu. Ataukah ini sebuah pertanda? Bahkan semalam, bulan sabit melengkungkan senyummu. Tabur bintangpun terlihat serupa kilau auramu. Dalam hitungan detik aku tersadar, akupun segera berlari. Secepat mungkin ku ayunkan langkahku. Tak dapat kuatur irama nafasku. Aku terlalu gelisah akan semua pertanda tentangmu. Dalam hati kuteriakkan namamu. Butir-butir bening menyelinap keluar dari sudut mataku, lalu bergulir pelan menelusuri lekuk wajahku. Secepat mungkin kuhapus air mata itu dengan punggung tanganku. Tanpa henti ku terus berlari, entah apa yang sedang kukejar. Bahkan tak peduli hujan yang terus membasahi sekujur tubuhku sekalipun. Isak tangis mengiringi setiap langkahku.

Hatiku berteriak dalam bisu. Cepat pulang, cepat kembali, jangan pergi lagi sayang. Kata-kata itu terus meletup dihatiku. Bahkan firasatku mengatakan untuk kamu cepat pulang. Aku percaya alam memang bisa berbahasa, mengisyaratkan sebuah pertanda. Entah itu pertanda buruk ataupun sebaliknya. Dan ku yakin ada makna dibalik semua pertanda ini. Tapi tiba-tiba kebingungan menyergapi pikiranku. Rasa rindukah ataukah tanda bahaya? Aku tak peduli dengan semua itu, yang aku tahu kini, aku ingin melihatmu dihadapanku. Memastikan bahwa kamu baik-baik saja. Memastikan bahwa senyummu masih merekah menghiasi wajahmu.Walau saat ini hujan terus membasahi, seolah ku berair mata. Tapi nyatanya saat ini aku memang berair mata sayang. Aku gelisah memikirkanmu. Dan nyatanya aku memang merindukanmu. Merindukan kita yang dulu, merindukan senyuman manismu, sorotan matamu, bahkan hangat dekapmu. Sayang, ku hanya ingin kamu kembali. Jika itu terjadi, tak akan kubiarkan kamu pergi lagi. Tetapi bulir hujan menyadarkanku, kamu tak akan pernah kembali lagi.


-Terinspirasi dari Firasat-nya Marcell

Jangan pergi

Ditengah sunyap dan gelapnya malam kita bertemu (lagi) setelah sekian lama tak kulihat sosokmu yang dulu sempat singgah dihatiku. Aku masih ingat, saat itu kamu memakai baju hitam-putih dengan garis horizontal. Tentu aku masih ingat. Dan malam itu aku mengenakan dress ungu gelap dengan bis putih dilingkar rok, dengan rambut yang kubiarkan tergerai panjang. Setelah sekian lama mata kita kembali bertemu. Kurasa mataku merindukan tatapan hangatmu itu. Ditengah riuhnya pesta, kita seperti dibawa kemasa lalu. Mengais-ngais kenangan lalu yang masih tersisa dibenak kita masing-masing. Dalam kenangan kau seret aku perlahan. Mencoba mencari perasaan yang dulu pernah ada. Mencoba mencari celah untuk kembali. Nihil, saat kita menyadari tak sedikitpun celah itu ada, secepat sigap aku tersadar, begitu pula denganmu. Akhirnya kita hanya saling membuang muka. Mengisyaratkan bahwa kenangan dulu itu tak akan terulang lagi. Hanya saja aku tak ingin menghancurkan kerja kerasku untuk melupakanmu, melupakan kita yang dulu. Melupakan binar mata indahmu itu. Sayang, aku tak ingin jatuh dilubang yang sama lagi.

Kamu membalikkan badanmu dan kembali kearah sebelumnya. Melihat hal itu, aku menenggelamkan kepala dilipatan tanganku diatas meja. Aku mulai kembali menata isi fikiranku, menyadarkan hatiku bahwa kamu hanyalah sebuah fatamorgana. Bahwa kamu tak mungkin dapat kumiliki. Menyadari bahwa kamu adalah sebuah gaun mewah yang tak akan mungkin kudapatkan. Bulan yang tak mungkin dapat kugapai. Kamu hanyalah angan-angan sayang. Kamu tak akan pernah menjadi nyata, tidak untukku. Tapi apa daya, dalam sekejap kamu telah berhasil menghancurkan usaha kerasku untuk menghilangkanmu dari hati dan biskuit lunak didalam kepalaku. Malam itu menjadi malam yang panjang bagiku.

Sialnya aku harus melihatmu setiap hari, karna kamu terbiasa berjalan dihadapanku. Karna kamu terbiasa menari-nari dengan tawamu diatas segala kebingunganku yang disebabkan olehmu. Sejak kejadian itu kamu terus menatapku dalam sorot mata yang tak pernah dapat kuartikan. Setiap ada kesempatan kamu selalu melakukan hal itu, sama sekali tak ku mengerti. Mengapa kamu lakukan itu? Atau kamu sengaja? Sengaja ingin mempermainkan ketulusanku lagi. Sayang, jangan buat aku terjatuh lagi jika kamu tak ingin mengulurkan tanganmu untuk membuatku berdiri lagi. Bahkan luka yang kamu torehkan dulu masih belum kering.

Bahkan kamu tak peduli ditengah banyaknya orang, kamu terus menatapku dengan sorot mata indahmu itu. Bahkan dalam jarak dekat sekalipun kamu tak peduli. Aku tak mengerti, sama sekali tidak. Aku tak bisa membaca sorot mata teduh mu itu, aku tak bisa mengartikan setiap isyaratmu, aku juga tak bisa memahami maksud dari ceritamu tentangku, cerita tentangku yang kamu ceritakan kepada temanmu yang juga temanku. Dan setiap kamu menatapku seperti itu, aku hanya membalas tatapanmu dengan segudang tanda tanya besar yang memenuhi setiap ruang dikepalaku. Terkadang aku mengalihkan pandanganku. Membutakan mataku agar tak membalas tatapanmu itu, menulikan telingaku untuk tak mendengar setiap kabar tentangmu, membisukan mulutku untuk tak meluapkan isi hatiku tentangmu. Sayang, aku menahan rasa yang meletup-letup ini seorang diri. Mencoba menahan ledakan yang mungkin bisa saja terjadi kapanpun jika hati ini tak kuasa lagi menahan. Tanpa kusadari, aku membiarkan hatiku kembali terbuka untukmu.

Seorang teman selalu menjembatani hubungan kita, komunikasi kita. Aneh memang. Kamu bilang aku cantik, baik, dan segala pujian terlontar dari mulutmu. Sayang, jangan pernah kamu ucapkan pujian untukku lagi. Karna aku tahu itu hanyalah tutur manismu. Sayangnya sulit untuk mempercayaimu lagi. Asal kamu tahu saja, jika seseorang berbuat salah sekali saja maka akan sulit untuk mempercayainya, begitu pula denganmu.

Hingga suatu pagi kudapatkan kabar bahagia tentangmu, bagiku. Jantungku berdetak sangat kencang, tak dapat kuatur irama nafasku saat itu. Kabar itu terlalu membahagiakan untukku, kabar yang selama ini aku nantikan setelah sekian lama. Aku mendapatkan kabar bahwa ternyata kamu menyukaiku, kamu juga menceritakan tentang malam itu kepada temanmu. Tapi secepat mungkin kuelakkan hati dan fikiranku agar tak terbuai lagi oleh angan-angan tentangmu. Aku tak ingin terlalu memikirkan ataupun mempercayai setiap kabar baik tentangmu yang kuterima. Sayang, aku terlalu lelah untuk merasakan rasa sakit itu lagi.

Ditengah sunyapnya malam, aku memikirkanmu dengan senyum maluku, sungguh menggelikan memang. Saat mataku mulai lelah dan mulai berada didunia mimpi, hei ini sudah tengah malam. Tiba-tiba sebuah nomor tak diketahui muncul dilayar handphone ku. Aku berfikir sejenak sebelum mengangkatnya, lalu entah angin dari mana yang memberitahuku, aku merasa itu kamu. Asal kamu tahu saja, aku memiliki firasat yang kuat akan sesuatu. Lalu dengan tangan sedikit gemetar, jantung yang berdetak secara tak beraturan, aku menekan tombol hijau di handphone ku. "Halo" kataku, sunyap disebrang sana, penelfon misterius itu sama sekali tak bersuara dan tak lama setelah itu, ia memutuskan telfonnya. Karna mata ini tak sanggup lagi menahan kantuk, kuputuskan untuk kembali kedunia mimpi. Persetan dengan penelfon misterius itu.

Keesokan paginya seorang teman memberikan nomor handphone mu, ku lihat nomor itu, ku samakan dengan nomor si penelfon misterius tadi malam. Dan ternyata, nomornya sama. Si penelfon misterius itu memang kamu ternyata....

                                                                stay tuned

Tuesday 16 July 2013

Sesuatu yang kusebut masa lalu

                Dalam jarak, kulihat sosokmu yang begitu bersinar, bagiku. Masih mengenakan celana seragam sekolah tetapi dengan atasan kaus. Dalam jarak, kulihat tawamu yang begitu meneduhkan hati, tentunya hatiku. Raut wajahmu yang begitu rupawan, dan senyuman yang begitu mempesona bagi setiap jiwa. Dalam senyuman penuh angan, kulihat sosokmu yang begitu kukagumi, mungkin kusukai. Aku berdiri dibalik tonggak didepan kelasku, kutatap sosokmu dengan hati-hati agar tidak diketahui oleh siapapun dan kamu tentunya. Saat itu adalah saat pertama kalinya sosokmu menjadi pandanganku, saat itu juga ada perasaan aneh yang mulai menghampiriku, perasaan yang biasa disebut cinta, mungkin.
                Sekian lama tak kulihat sosokmu yang kini sangat kurindukan. Kemana saja kau pergi? Atau mungkin aku yang terlalu sibuk memikirkan kehidupanku. Sehingga aku lupa untuk mengagumimu. Sehingga aku lupa untuk memuja sosokmu yang begitu indah. Tetapi disaat aku mulai lupa denganmu, mengapa kau malah muncul dihadapanku? Kau benar-benar merusak sistem kerja hatiku yang sudah kurancang bersusah payah untuk menghapus sosokmu dari sana. Awalnya aku tak berani untuk dekat denganmu, sama sekali tidak berani. Tetapi mengapa akhirnya kita malah begitu dekat? Bahkan kita sering saling menjaili satu sama lain. Kita juga sering tenggelam dalam tawa bersama. Kukira sosokmu begitu dingin, ternyata aku salah, kamu begitu hangat. Cinta menyergapku dengan sepasang sayapnya yang begitu lembut bagaikan serpihan awan dilangit. Awalnya aku mengelak bahwa ini bukan cinta. Tetapi semakin aku mengelak, cinta semakin erat mendekapku.
               Saat kita telah begitu dekat dan perasaan ini semakin memuncak, tiba-tiba sesuatu menjauhkan aku dan kamu. Tanpa ku sadari, kita mulai menjauh, dan semakin menjauh layaknya orang asing.  Kini kita melangkah berjauhan, tak lagi dijalan yang sama. Jarak benar-benar berhasil memisahkan kita, hingga kita saling melupakan.
   Kulihat sosokmu dari kejauhan, sosok itu kini bagaikan orang asing bagiku. Senyumanmu tak lagi menyapaku, tawamu tak lagi menghampiriku, kejailanmu tak lagi mengusikku. Kemanakah perginya kita yang dulu? Mengingat senyumanmu tak lagi menyapaku, kenangan kita dulu bagaikan mimpi.
               Hingga suatu saat aku tersadar. Perasaan itu masih ada, masih sama. Kufikir sosokmu benar-benar telah hilang, ternyata tidak. Sosokmu masih kutemukan disuatu ruang kecil yang disebut hatiku. Aku tahu sangat terlambat menyadari perasaan ini, aku tahu kesempatanku tak akan datang dua kali. Kini aku hanya bisa menatap sosokmu dari kejauhan, sosok yang dulu sempat mewarnai hidupku, mengisi setiap lembaran dihatiku. Tapi kini kusadari, aku tak pantas berfikir picik seperti itu lagi. Kamu dan aku kini tak lagi berada dijalan yang sama. Dan kini segalanya telah menjadi sesuatu yang kusebut masa lalu.

Thursday 11 July 2013

Teruntuk malaikat pelindungku

             Malam ini terasa begitu dingin bagiku dan tentunya juga bagi seseorang yang duduk disebelahku. Sebuah sofa didepan televisi menanggung berat badanku dan dia. Tanganku memeluk erat kakiku yang ditekuk dan menenggelamkan kepalaku disana. Badanku gemetar, keringat membasahi seluruh tubuhku. Dalam rikuh aku menangis tersedu-sedu, menyisakan bulir air mata yang mengalir dilekuk wajahku tanpa henti. Sebuah tangan merangkulku erat, mengelus-elus punggungku, berusaha meredam isak tangisku. Mencoba menanggung rasa sedihku dan rasa sedih yang ia rasakan juga. Matanya terlihat sendu, sudut-sudut matanya basah, badannya pun terlihat sangat rikuh tak berdaya.

            Pandanganku semu, setiap hal yang kulihat terlihat kabur karna air mata yang terus mengalir dengan derasnya. Untuk bocah seperti kami, hanya inilah yang bisa dilakukan;menangis untuk menunjukkan amarah, rasa kesal, kecewa, dan kesedihan. Segala hal itu sudah cukup untuk mengurangi beban yang dirasakan saat ini.

            Teriakan demi teriakan, hentakan demi hentakan, dan hardikan demi hardikan menembus dinding;suara dari sebuah bilik, teriakan yang menggetarkan hati kami. Teriakan itu menembus setiap sudut dinding yang membuat orang yang berada diluarnya dapat mendengar dengan jelas suara-suara dari bilik itu. Suara itu menusuk hingga ke rongga-rongga telingaku, membuat jantungku berdegup sangat kencang.

            Hempasan pintu mengagetkanku, membuat setiap bulu yang melekat pada pori-pori ditanganku berdiri. Badanku semakin gemetar. Menyadari hal itu, seseorang yang sedari tadi menangis bersamaku merangkulku semakin erat. Seolah mengisyaratkan, bahwa ia akan melindungiku dari rasa takut. Aku menegakkan badanku untuk membalas pelukan itu karna ia memang jauh lebih tinggi dibandingku yang masih berbadan mungil. Aku melingkarkan tanganku dipinggangnya, dan memejamkan mataku erat-erat;berusaha meredam rasa takutku. Dapat kurasakan sisa air mata yang sedari tadi berlinang dimataku mengalir begitu saja.

            Seseorang keluar dari bilik sumber suara bising yang sedari tadi menakutkan kami. Diambang pintu-seseorang itu menghentikan langkahnya begitu melihat kami saling ketakutan. Sesaat suasana terasa amat kikuk. Raut wajahnya yang semula keras kini menjadi sedikit meredam, badannya yang semulanya tegang kini menjadi sedikit melemas. Seolah tak tahu apa yang harus dilakukannya dengan kami, ia melanjutkan langkahnya;melangkah keluar dari ruangan tempat kami berdua meringis. Melihat kepergiannya, kami hanya saling menatap dalam diam dan heran. Tangis kami sudah sedikit mereda, menyisakan sedu yang berirama. Air mata kami pun mulai mengering, kini yang tersisa hanya diam dalam keheningan yang sulit untuk dijelaskan.

            Tiba-tiba seorang bocah laki-laki yang sedari tadi menemaniku kini malah tertawa getir sambil menghapus sisa air mata dipipiku. Aku menatapnya dalam heran, heran karna tiba-tiba raut wajahnya kini berubah drastis. Tapi bisa kulihat dari tawa itu terdapat kesedihan yang sengaja ditutupinya. Raut wajahnya berbohong. Oh aku mengerti, ia sengaja menunjukkan raut wajah seperti itu agar aku tidak sedih lagi, agar aku melupakan hal mengerikan yang tadi terjadi. Tiba-tiba butir-butir bening menyelinap keluar dari sudut mataku. Aku menyadari suatu hal, dia yang sedari tadi mencoba menanggung sedih yang kurasakan, malah kuabaikan. Aku malah sibuk dengan kesedihanku. Padahal ia mengabaikan kesedihannya untuk menanggung kesedihanku. Kini aku malah menangisinya, menangisi kesedihan yang ditanggungnya, menyadari keegoisanku.

            Ia terlihat heran melihatku. Karna aku terus menangis dengan kencang, menghasilkan suara tangis yang memekakkan telinga. Melihatku yang seperti itu, dia kembali memelukku erat dan mengatakan kata-kata untuk menenangkanku, dan untuk meredakan tangisku.



Terimakasih untukmu, 
 seseorang yang selalu melindungiku, 
melindungiku dari rasa takut.

Saturday 22 June 2013

Saat kau tak menyadari perhatian yang kutujukan kepadamu



        Aku duduk didepan kelas X dilantai bawah, disebuah kursi yang dirakit dengan bambu sebagai bahan utamanya. Aku tidak sendiri, tetapi bersama teman sambil menunggu temanku yang lainnya membawakan sebungkus nasi untuk kami makan nanti.
        Seseorang berjalan kearah kami. Sosok yang selalu ingin kulihat, sosok yang kucintai, sosok yang selalu aku rindukan. Dari jauh ia melihatku, ah mungkin lebih tepatnya kami. Tapi aku beranggapan ia melihat kearahku. Mata kami bertemu. Mata itu, aku tidak tahu bagaimana cara menjelaskan tatapan itu. Yang jelas aku selalu menyukai tatapan matanya. Aku merindukannya. Tetapi saat ia sudah berada dekat denganku, ia merubah haluan pandangannya menjadi lurus kedepan. Tapi tidak denganku, mataku sama sekali tidak berpaling darinya. Andai dia tahu apa yang kurasakan.
        Tiba-tiba sesuatu dari tangannya terjatuh didepanku, ternyata sebuah kunci motor. "Eh" katanya, ia terlihat agak panik. Aku mematung, badan ini rasanya kaku, tak bisa kugerakkan, aneh. Tak ada yang dapat kulakukan, aku sama sekali tidak bergeming, aku hanya duduk terdiam sambil melihat gerak-geriknya. Aku benar-benar terlihat dungu saat ini dihadapannya. Aku dan teman disebelahku saling mengode, tentu temanku itu tahu bahwa aku memiliki perasaan dengan cowok tadi.
       Masih orang yang sama; bunga mawar, seseorang yang menjadi perhatianku sejak awal bersekolah disini.
       Mungkin rutinitasku terlihat membosankan dimata orang lain, tapi bagiku bahagia, bahagia karna dapat menatap wajahnya setiap hari disekolah. Memperhatikan tingkah lakunya yang terkadang membuatku tersenyum, tawanya, mendengar suaranya, segala hal yang membuatku bahagia. Hal yang paling kusuka darinya adalah senyumannya, senyuman itu rasanya sangat meneduhkan bagiku. Aku ingin membuatnya bahagia, bahagia karnaku...

       Aku tak akan merusak hari-harimu, mengganggu rutinitasmu, dan tak akan memperlihatkan perhatianku kepadamu...

        Ku poleskan sedikit foundation, lalu bedak ke wajahku, juga blush on dipipi ku agar terlihat lebih merona, eye shadow dikelopak mataku, dan juga lipstik dibibirku. Aku memakai baju tari khas daerah, sunting, kain songket, dan yang lainnya. Hari ini adalah penampilan tari pelajaran seni budaya. Aku ingin terlihat cantik dan anggun hari ini. Aku ingin dia melihatku, sekali saja.
        Setelah selesai berhias dikelas, aku berjalan kekelas lain untuk berlatih tari sebelum tampil nanti. Tapi langkahku terhenti saat kulihat dia disana. Aku memperhatikannya dari lantai dua sekolah, saat itu adalah giliran tampilnya. Tanpa kusadari, aku tersenyum. Entah mengapa, melihatnya adalah bahagia bagiku. Tapi aku ingin bertanya, pernahkah aku menjadi perhatianmu? Tentu saja tidak. Lalu aku berdo'a didalam hati, semoga tak mustahil bagi kita untuk bersatu. Aku tidak tahu kenapa, apa, dan bagaimana perasaan ini bisa terjadi. Yang kutahu, saat ini aku menyukainya. Andai Tuhan memberi ku kesempatan, kesempatan untuk menjadi miliknya, kesempatan untuk membahagiakannya. Tak kan kubiarkan rasa sedih menghampirinya lagi.
         Aku duduk disebuah kursi ditangga antara lantai dua dan lantai tiga untuk menunggu giliran tampil. Lalu dia lewat tepat didepanku. Aku berharap mendapatkan sebuah senyuman, sapaan darrinya, atau mungkin sebuah pujian yang terlontar dari mulutnya. Tapi... tak satupun yang kudapatkan. Hanya sebuah pengabaian.
       
        Pada akhirnya, aku yang mengagumimu malah terabaikan...

        Kulihat setangkai bunga mawar plastik terbengkalai dihalaman sekolah. Aku menatap bunga itu, miris. Aku membayangkan bunga itu sepertiku, hanya terabaikan, padahal setiap orang yang lewat tahu bahwa bunga itu ada, tapi bunga itu hanya terabaikan. Bunga itu terlihat menyedihkan, lalu aku memungutnya dan membawanya pulang. Bunga itu mengingatkanku pada kejadian 2 tahun yang lalu...
     
                                              ***
         Aku berjalan memasuki aula, ternyata kudapati diriku sudah sangat telat. Mataku menyapu seisi aula, mencari keberadaan teman-teman sekelasku. Saat kudapatkan mereka, aku langsung berjalan kearah barisan mereka dan duduk.
         Tak lama setelah itu, guru yang sedang bicara didepan menyebut nama seseorang yang selalu menjadi perhatianku. Lalu kuputar badanku ke arah belakang. Aku mendapati sosoknya sedang duduk disana. Dia juga baru datang ternyata. Dia tersenyum, aku merasakan seperti ada semilir angin dihatiku saat ini, tenang. Lalu dia pindah duduk, kini dia duduk sederet denganku. Hanya kekosongan yang membatasi, ya memang lumayan jauh. Ini adalah kesempatan bagus untukku, aku bisa dengan sepuasnya menatap sosoknya, membiarkan mataku memperhatikan setiap gerak-geriknya. Tentu saja ini tidak boleh diketahui siapapun. Aku tidak ingin terlihat seperti seorang pengagum aneh. Suatu saat aku ingin orang-orang melihatku sebagai seseorang yang tulus menunggu dan memperhatikannya. Walau tanpa pengungkapan.
         Aku takut, aku takut hari ini mendapati bahwa aku sekelas dengannya. Dan kegelisahanku terjawab sudah, kita berada dikelas yang berbeda. Untung saja.. Tak bisa kubayangkan jika berada dekat dengannya. Karna aku terbiasa jauh, terbiasa memperhatikannya dari jarak yang tak ia ketahui, terbiasa merindukannya tanpa menunjukkannya, terbiasa menyimpan segala perasaan yang meletuk-letuk seorang diri. Aku seorang pejuang yang berjuang sendiri. Walaupun ia tak mengetahui apapun tentang segala hal yang kurasakan.
          Tiba-tiba namaku dipanggil, ternyata ada data yang tak lengkap. Lalu aku berasalan, tapi tak ada gunanya. Dari sudut mata, kulihat ia sedang melihatku. Aku bahagia. Ya walau aku tahu sebenarnya tak hanya dia yang melihatku saat itu, tapi seisi aula. Tapi tak bisa kupungkiri, jantungku berdetak lebih kencang.
          Tak lama kemudian, namanya juga dipanggil, dengan sebab yang sama. Dan dia juga menjawab dengan alasan yang sama seperti yang kujawab sebelumnya. Ya aku tahu, ini hanya kebetulan.
       
           Sebagai pemuja rahasia, aku yang memujanya mengartikan sebuah tatapan mata darinya sebagai hal yang sangat special...sangat special.

            Keesokan harinya, seluruh murid berkumpul di aula karna ada sebuah acara. Aku berencana mencari sosoknya, sosok yang kurindukan. Saat aku menoleh kebelakang, aku langsung menemukan sosok itu. Sepanjang acara aku terus memperhatikannya, ia tak akan tahu hal itu. Dia juga takkan pernah tahu sedalam apa perasaanku terhadapnya. Yang engkau tahu hanyalah sebuah kata yang disebut namaku, bukanlah hatiku.

            Biarkanlah kebahagiaan merasukiku saat aku melihat senyumanmu, biarkanlah aku menikmati setiap hal yang ku sebut angan-angan, tentang dirimu, biarkanlah aku menikmati kebodohan ini. Dan biarkanlah aku merindukanmu dalam diam...
Karna hingga saat ini aku belum menemukan cara yang tepat untuk menunjukkan kerinduanku padamu..

                             Tulisan ini bersambung ke : Long time no see :))

Monday 10 June 2013

Yang pertama dan akhirnya menjadi yang terakhir, dan pertemuan yang akhirnya berakhir dengan perpisahan.

        Tentunya aroma ini sudah tidak asing lagi bagiku, aroma ini sangat menusuk penciuman setiap orang yang belum terbiasa merasakannya. Seumur hidupku, hari-hari penuh perjuangan selalu kulalui ditempat ini. Tentu aku ingin melepaskan diri dari tempat ini. Tapi hal itu tidak mungkin terjadi, hidupku bergantung pada alat-alat yang berada ditempat ini. Tetapi hari-hari tak lagi terasa membosankan sejak aku bertemu dirimu, disini. Tentunya kamu tak jauh beda nasibnya denganku.
         Wajahmu terlihat tidak memiliki darah disana, pucat pasi tapi senyummu tetap merekah. Apa yang kau rasakan saat ini? aku tau, pasti menderita. Aku sering melihatmu, tentunya secara diam-diam. Terkadang kamu berjalan dengan para suster kulihat, atau sedang bercengkrama dengan para dokter. 
         Pagi ini aku sedang berjemur dibawah terik sinar matahari. Aku duduk dikursi favoritku ditaman. Sejak kecil aku selalu duduk disini disaat bosan atau untuk berjemur. Tanpa kusangka, kau datang menghampiri dan duduk disebelahku. Sampai saat ini belum ada yang duduk dikursi ini bersama ku kecuali suster atau dokter yang mencoba menyemangatiku. Ya tentu saja sampai saat kau datang saat ini. Tak pernah terbayangkan olehku bisa berada sedekat ini denganmu. Kau mengulurkan tanganmu, tentunya aku membalas uluran tangan itu. Kita saling bertukar nama, cerita, tawa, dan banyak hal. Ternyata kau sangat menyenangkan. Kufikir selamanya aku hanya akan berada disisi gelapku, dan berada dijarak yang kutentukan, untuk berusaha memperhatikanmu secara diam-diam.
         Lalu tiba-tiba suasana menjadi hening, "Kenapa kematian itu menakutkan?" Tiba-tiba ia bertanya.
Aku terdiam sementara, mencoba mencerna pertanyaan yang diajukannya. Lalu menjawab, "Karna kita tak tahu seperti apa kehidupan yang akan kita lalui selanjutnya. Dan hal yang tak kita ketahui itu sangat menakutkan" begitu fikirku.
"Lalu kenapa kesedihan itu ada jika bahagia menyenangkan?" Ia mulai bertanya lagi. Sengaja aku bungkam sejenak, membuat rasa penasarannya semakin meningkat.
"Karna tak segala hal dikehidupan adalah tentang kebahagiaan. Segala hal harus seimbang. Ada pertama, ada terakhir. Ada pertemuan, Ada perpisahan. Ada kematian, ada kehidupan. Ada kesedihan, dan ada kebahagiaan. Begitulah Tuhan menciptakan kehidupan bagi kita. Kita hanya bisa menghadapinya. Entah itu kebahagiaan atau kesedihan sekalipun." Jawabku. Lalu ia mengangguk-angguk, mencoba mencerna setiap perkataanku. 
         Sejak saat itu kita mulai berteman, kufikir. Kita berbagi cerita, bermain, mengerjai para suster dan banyak hal lainnya yang kita lakukan untuk mengisi kebosanan yang kita lalui setiap harinya.Yang kulihat hanya kebahagiaan yang terpancar dari raut wajah kita sejak kita berkenalan.

         Hari-hari menjadi bersinar sejak aku bertemu denganmu...

         Suatu pagi aku berlari ke kamarmu dengan senyuman diwajahku, aku berniat untuk menceritakan kejadian lucu yang kualami dengan keluargaku tadi malam.
         Tapi yang kulihat hanya kehampaan dikamarmu, aku tak melihatmu berbaring ditempat tidur itu. Biasanya saat aku  membuka pintu, aku akan melihat kamu bermain PS atau menonton komedi kesukaanmu. Tapi pagi ini aku tidak melihat hal itu.
         Rasa takut mulai menyenggrapiku, badanku menjadi gemetar. Aku takut hal buruk telah terjadi. Aku segera berlari keluar dari kamarmu untuk mencarimu atau informasi tentangmu. Mataku terus mencari sosokmu, tapi aku tak menemukannya. Ada apa ini, aku terus-terusan bertanya dalam hati. Aku takut sesuatu terjadi padamu. Aku terus berlari sekuat tenagaku, jantungku berdetak sangat kencang, aku tak dapat mengatur irama nafasku, dan butir-butir bening mulai membasahi pipiku.
         Seorang suster menghampiriku, mungkin karna melihat kegelagapanku ini. Suster itu mendudukkanku pada sebuah kursi roda, mungkin saat itu aku sudah terlihat tidak berdaya lagi. Suster mendorong kursi rodaku, aku hanya diam tak bergeming. Lalu kursi roda berhenti tepat didepan ruang operasi, aku melihatnya disana. Ia sedang berjuang hidup, aku bisa merasakan hal itu. Sosok itu sangat menyedihkan. Terdapat banyak kabel dan alat-alat dokter yang tersambung dengan badannya, juga dengan selang yang masuk kemulutnya. Pasti dia sangat menderita saat ini. Maaf, aku hanya bisa memandangmu dalam tangisku.
          Setiap harinya aku selalu melihat kondisinya lewat kaca. Aku tak berani masuk. Aku takut itu akan semakin memperburuk keadaannya.
          Saat itu sudah berjalan dua minggu masa komamu, aku senang karna kondisimu semakin membaik, dan masa komamu juga berhasil kamu lewati. Aku bahagia..
          Mata kita saling bertemu, mata itu sangat teduh. Seakan mengisyarat bahwa kamu baik-baik saja, dan ingin agar aku tidak terlalu khawatir. Akhirnya aku dan kamu hanya saling bertatap dengan senyuman tenang.
          Kini kamu telah kembali ke kamarmu, kamu berhasil melewati masa-masa sulit dalam hidupmu, dan aku berterimakasih karna itu. Terimakasih untuk tetap bertahan...
          Kondisimu kini telah stabil, dan kita kembali ke rutinitas kita yang dulu. Hingga suatu hari aku memberitahu bahwa aku mendapat donor. Mungkin ini adalah kesempatanku. Lalu aku menyemangatimu untuk terus bertahan. Kamu mendukung keputusanku untuk menjalani operasi. Tetapi aku bisa menangkap sorot matamu yang sendu, kamu yang terlihat sedih karna khawatir dengan hasil operasiku nanti. Aku bisa membaca hal itu...
          Kamu mengantarkanku ke ruang operasi dan mencoba untuk menyemangatiku. Berawal dari ujung jari kita berpisah...
          Mulai dari mengantarku keruang operasi hingga masa operasiku, kau selalu mengikuti proses menuju kehidupan baruku. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi kedepannya, entah ini akan menjadi akhir atau awal. Aku hanya berjuang dan berusaha melaluinya sebaik mungkin.
       
          Garis yang sebelumnya tidak stabil; naik-turun, kini garis itu berubah datar. Masa ku telah habis, operasiku, impianku, kebahagiaanku, segalanya sirna begitu saja. Aku tidak tahu apa yang kau rasakan saat itu...

          Rinai hujan mengantarkanku ke tempat terakhirku. Ke tempat yang akan menjadi tempat untuk menyesali kehidupanku yang payah. Aku tahu kau ada disana. Kemeja putih yang kau pakai terlihat sangat mencolok diantara baju hitam yang dipakai oleh pelayat lainnya. Kau memegang sebucket bunga mawar putih ditanganmu.. aku tahu itu untukku.
          Seorang suster yang telah merawatku sejak kecil datang menghampirimu dan memberi sepucuk kertas bewarna kuning dengan tinta biru didalamnya. Kau mulai membaca setiap baris surat itu.
Surat dariku...


Saat itu adalah saat pertama kalinya aku melihatmu. Senyumanmu mempesonaku saat itu. Sejak itu aku mulai mengagumimu dalam diam. Tahukah kau aku selalu memperhatikanmu dalam diam hingga kau mengajakku berkenalan. Perkenalan singkat yang mengesankan, bagiku. Aku bahagia. Hari-hari ku bersinar sejak aku bertemu denganmu. Terimakasih dan maaf karna telah membuatmu masuk kedalam kehidupanku, karna meninggalkanmu dalam kesedihan, karna kenangan yang tak terlupakan, karna kebahagian yang kita lalui, karna rindu yang membekas, dan karna kesedihan yang akhirnya kita rasakan. Terimakasih atas segala cinta….

Sepucuk surat pertama dan terakhir dariku....





Wednesday 29 May 2013

Dalam diam aku selalu memperhatikanmu


               Langkahku terhenti didepan perpustakaan sekolah. Pandanganku langsung tertuju pada seseorang. Seseorang itu memperlihatkan senyuman manisnya yang berhasil membuatku terpesona pada saat pertama kalinya. Dia juga seorang murid baru, sama sepertiku. Dia berjalan kearah ku dengan diiringi para senior. Tidak, kini dia berada tepat dihadapanku. Para senior bersekongkol mengerjaiku dan dia, karna saat itu kami bernotaben sebagai anak baru di sekolah ini. Dia menyodorkan setangkai mawar merah kepadaku. Tentu saja masih dengan senyuman itu. Aku tidak tahu harus bagaimana pada saat itu, apakah aku harus menerima bunga itu atau aku harus lari menghindarinya? Tentu saja itu bukan ending yang diinginkan setiap orang yang sedang menonton adegan kami.
                Tanpa permisi dia telah membuatku jatuh hati. Tanpa kusadari jantung ini berpacu lebih kencang. Wajahku memerah, tak bisa kubayangkan seperti apa rupaku saat itu. Setiap orang yang ada disana memintaku untuk menerima mawar itu. Sebenarnya tanpa diminta pun, aku akan tetap mengambil mawar itu. Karna aku telah jatuh padanya, pada pandangan pertama. Bukan karna aku mudah untuk jatuh hati, tapi karna itu dia, dan jika itu bukan dia, mungkin aku tak akan merasakan perasaan ini. Lalu pada akhirnya aku mengambil setangkai mawar merah itu dari tangannya yang sepertinya hangat, aku bisa merasakan kehangatan itu.
                Ia melontarkan kata-kata yang biasa diartikan orang-orang sebagai pengungkapan perasaan. Detak jantungku semakin tidak beraturan. Semoga dia tak menyadari hal ini, semoga ia tak mendengar detak jantungku. Betapa malunya jika dia tahu. Ya itu memang hanya permintaan dari para senior. Mungkin dia hanya menganggap hal itu biasa. Tapi entahlah, hal itu seperti nyata bagiku. Andai saja….
                Pada akhirnya kami hanya melewati satu sama lain. Aku berjalan kearah jalan yang telah dilaluinya, begitu pula sebaliknya. 1..2..3..4.. pada hitungan ke empat aku memutar kepalaku, tapi tidak dengan badanku. Aku hanya tidak ingin ini terlihat terlalu klise bagi orang-orang yang melihat. Aku menatap punggungnya, punggung itu terlihat agak bungkuk. Dia berjalan semakin menjauh, hingga tak dapat lagi kulihat sosoknya. Aku terus menatapnya hingga sebuah suara membuyarkan lamunanku. Ah para senior ini mengusik lamunanku.
                Dan kini aku duduk dibangku kelas 2 sekolah menengah atas. Seseorang yang memakai seragam putih abu-abu dengan sepatu kets hitam-putih itu tidak luput dari perhatianku. Entah mengapa, dia selalu terlihat mencolok bagiku, entah memang karna dia lebih sering memakai seragam berbeda dari yang lain, seperti hari ini dia memakai seragam putih abu-abu dihari yang seharusnya memakai baju olahraga atau karna dia memang selalu menjadi perhatianku. Ya, dia masih orang yang sama. Seorang lelaki dengan setangkai mawar merah ditangannya, tepatnya setahun yang lalu...
Diam-diam mataku selalu mengikuti setiap langkahnya. Bahkan terkadang tanpa kusadari, langkahku mengikuti langkahnya, mungkin ini terdengar sangat konyol. Hal ini sudah seperti aktivitas yang selalu kulalui setiap harinya. Tetapi aku menyukai hal seperti ini, mengaguminya secara diam-diam. Bahkan aku pernah memotretnya secara diam-diam dengan kameraku. Mungkin ini terdengar menakutkan jika dia tahu, tetapi percayalah ini hanya keisenganku saja dan itu hanya sekali..

Aku selalu lupa bagaimana caranya mengatur detak jantungku ketika bertemu kamu. Kala itu jantungku selalu berdegup lebih kencang.

                Salah satu temanku yang temannya juga diam-diam menyadari perasaanku. Apa perasaanku sangat mencolok? Aku tidak tahu seperti apa orang melihatnya. Perlahan aku merasakan sesuatu yang aneh. Mungkin ini hanya perasaanku saja, tapi ini seperti nyata. Kurasa dia membenciku. Aku tidak tahu kenapa, mungkin dia mengetahui bahwa aku mengaguminya. Tapi kenapa dia marah? Oh, mungkin dia tidak suka denganku. Aku mulai bertanya-tanya dan menjawab sendiri pertanyaan yang telah aku ajukan sendiri. Aku fikir, aku mulai gila. Aku berfikir seperti itu karna sifatnya yang aneh akhir-akhir ini. Dia terlihat berbeda saat melihatku. Mata itu, entahlah aku tidak tau bagaimana cara mengartikannya. Dia sangat abu-abu bagiku...
                Mungkin aku terlalu sering memperhatikannya. Sepertinya dia baik, cara bicaranya, tingkahnya, aku suka. Sesekali aku mendengarnya berbicara dengan temannya, suaranya halus, dan aku suka mendengarnya. Mungkin kalau aku dekat dengannya, aku akan mendengarkan ceritanya walaupun itu sampai seharian atau mungkin berhari-hari, aku siap mendengarkan. Itu hanya karna aku suka mendengar suaranya. Dan tentu saja segala hal yang ada pada dirinya.
                Aku meniti langkahku menuju aula. Saat itu adalah saat pengambilan nilai pelajaran olahraga. Oh tidak, aku melihat keberadaannya disana. Dan ternyata dia juga akan mengambil nilai olahraga, sama sepertiku. Dia sedang berdiri didekat guru untuk meminta kertas nilai. Dengan nekatnya aku berdiri didekat dia dengan modus untuk meminta kertas nilai juga. Aku memberikan uang kepada guru pl untuk membayar kertas nilai itu, tetapi uangku berlebih. Secara tidak langsung aku membayarkan kertasnya, tapi percayalah ini bukan modusku. Tetapi pada akhirnya dia tidak berterima kasih kepadaku melainkan kepada temanku. Pada saat itu aku semakin yakin bahwa dia membenciku.
                Jatungku berdegup sangat kencang, tanganku mulai berkeringat. Tidak, aku tidak bisa mengatur detak jantungku. Kusadari hal ini bukan karna grogi akan ambil nilai, tapi karna ada dia disini.
                Saat berlari, dengan sengaja aku mengambil posisi yang dekat dengannya, aku tahu terlalu banyak modus yang telah aku lakukan. Aku tak punya maksud lain, hanya saja aku ingin berada didekatnya, itu membuatku nyaman. Hanya ada satu orang antara aku dan dia. Peluit tanda mulai pun ditiupkan. Tidak, ini sangat konyol. Aku tersenyum selama berlari. Bahkan terkadang aku berlari sambil melihat ke arahnya. Aku melihatnya, dengan sekuat tenaga dia berlari untuk mencapai standar nilai yang ditentukan. Dia terlihat bersinar karna posisi lari yang diambilnya adalah posisi yang paling pinggir, posisi yang dekat dengan jendela. Posisi itu membuat teriknya matahari dapat dirasakannya, membuat sinar matahari menembus sosoknya. Tapi tanpa sinar mataharipun, dimataku dia akan tetap bersinar. Karna dia adalah sosok yang kukagumi. Bahagia, malu, deg-degan semuanya bercampur baur. Detak jantungku ikut berpacu dengan larianku. Aku tidak bisa mengendalikan ini. Tapi entahlah apa yang dirasakan dua orang dariku itu. Aku rasa dia biasa saja atau mungkin tidak menganggap? Tapi yasudahlah, aku masih menikmati kebodohan ini...
               Aku terus berlari untuk menunjukkan kepadanya bahwa aku tidak lemah. Tapi ya tentu saja aku lebih dulu gugur dibanding dia, karna standar perhitungan lari cowok dan cewek dibedakan. Dan aku sudah melewati 1 level yang seharusnya. Aku melihatnya terus berlari hingga tidak lama setelah aku gugur dia juga menyerah. Kali ini aku berlari dengan sangat bahagia, bahkan aku tak dapat merasakan lelah karna berlari. Aku terlalu bahagia karna kamu berada dekat denganku.
                Entah apa yang membuatku seperti ini, yang aku tahu aku menyukaimu...

                Siang ini, aku berjalan melewati gallery sekolah. Aku melihat pantulannya dikaca gallery, ia  sedang bermain gitar. Saat itu dia melepas seragam putihnya, dan kini ia hanya memakai kaus putih. Aku meneruskan langkahku ke kantin. Dan kembali ke kelas melewati jalan yang sama, yaitu gallery. Saat akan melewati pintu gallery, aku melihatnya berdiri di ambang pintu gallery masih dengan gitar ditangannya, ia sedang berbicara dengan temannya. Saat aku berjalan mulai dekat dengannya, ia berbalik badan dan masuk kedalam  gallery. Saat aku telah melewatinya, aku melihat kebelakang, dan kutemukan dia kembali keluar melanjutkan percakapannya dengan temannya. Ya kini aku sangat yakin apa yang dirasakannya. Saat itu aku mencoba terlihat biasa didepannya. Karna aku takut dia akan semakin membenciku. Dan aku benar-benar tidak menginginkan hal itu terjadi. Sungguh
               

Aku tak tahu apa yang ada didalam pikiranmu, mungkin kamu berfikir aku ini hanyalah parasit yang mengganggu kehidupanmu. Tapi bisakah kamu mendengarkanku sekali saja, perasaan ini aku tidak tahu kapan pastinya ia datang, aku tidak tahu kenapa dan bagaimana ia bisa terjadi. Aku hanya mengikuti alurnya, dan perasaan ini mengarah ke kamu. Apa aku salah?


                 Tak bicara banyak, tapi lebih memilih memperhatikan dari jauh. Terus menatap dari jauh meskipun ingin menyentuh. Entah menunggu apa dan siapa. Perasaan ini semakin hari semakin tumbuh, tetapi tak ada yang memperdulikan. Perasaan yang tak terlihat karna tak adanya pengungkapan. Mengagumi tanpa adanya kejelasan. Yang jelas kini aku masih menikmati kebodohan ini..
Dan bukankah malaikat tak mengatakan bahwa ia adalah malaikat....

Thursday 25 April 2013

Bukan hanya tentang cerita yang indah

Terkadang cinta memang sulit untuk dimengerti. Cinta tidak selamanya indah. Terkadang kita merasakan cinta yang berkobar-kobar seperti nyala api tak akan pernah padam tapi terkadang kita malah saling menyakiti hati satu sama lain, atau bahkan berkorban demi orang yang kita cintai. Dalam jatuh cinta kita akan melalui fase-fase seperti itu. Tidak selamanya cinta itu berjalan dengan mulus, kita akan menemukan krikil-krikil atau bahkan lubang besar yang akan membuat kita sakit. Bahkan terkadang kita tidak mengerti apa yang kita rasakan, tidak tahu harus bagaimana atau bahkan dihadapkan pada dua pilihan yang harus kita pilih. Terkadang kita akan tertawa bersama, namun juga menangisi perjalanan cinta kita yang rumit.

"if you love someone, you will feel the butterfly in your stomach", kata-kata itu masih sulit untuk dimengerti. Merasakan kupu-kupu diperutmu saat kamu jatuh cinta. Seperti apa rasanya? mungkin seperti jantung berdebar atau tangan menjadi dingin, mungkin seperti itu. Entahlah
Terkadang cinta itu tidak kita ketahui. Tidak sedikit orang yang mencintai seseorang secara diam-diam tanpa ingin diketahui, mencintainya saja sudah lebih dari cukup. Bagi mereka mencintai itu tidak harus memiliki. Tapi banyak juga orang yang lebih suka terang-terangan memperlihatkan cintanya, bagi mereka mencintai itu harus memiliki. Presepsi orang tentu berbeda-beda. Atau terkadang beberapa orang lebih memilih saling mencintai dalam diam, tanpa perlu ada yang mengungkapkan perasaannya. Seperti kata orang, bahagia itu sederhana.
Juga ada orang-orang yang mencintai seseorang secara berlebihan, ya semua orang tahu bahwa segala hal yang berbau berlebihan itu tidak baik. Mencintai pasangannya dan rela melakukan apa saja untuk pasangannya bahkan mati. Cinta bisa membuat kita gila dan merusak sistem otak kita.
Bahkan tidak jarang orang mengalami perubahan sejak jatuh cinta. Mungkin merubah dirinya menjadi sepertinya yang diinginkan oleh orang yang dicintainya. Tentu hal itu tidak salah, selama itu masih dalam garis yang baik, selama orang yang dicintainya bermaksud agar pasangannya menjadi lebih baik. Jika pasangannya  adalah orang yang berpikir positif, maka ia pasti akan sadar jika yang dilakukannya selama ini memang salah. Tetapi lain ceritanya jika pasangannya adalah orang yang berpikir negatif, ia malah akan berpikir pasangannya sangat mengganggunya dan terlalu mencampuri kehidupannya.
Juga tidak sedikit orang yang terlalu posesif kepada pasangannya, tidak boleh ini atau itu. Pilihan itu kita yang tentukan sendiri, bukan orang lain. Jadi kita berhak melakukan hal-hal yang kita inginkan selama itu adalah hal yang baik.
Dan juga tidak sedikit pasangan yang mengalami masa putus-nyambung selama berkali-kali, jika itu terjadi berkali-kali maka itu pasti karna mereka masih mencintai satu sama lain. Tapi ada beberapa hal yang membuat mereka sulit untuk kembali. Mungkin seperti pemikiran yang berbeda atau beberapa hal lainnya.
Cinta itu seperti puzzle, satu sisi dan sisi lainnya harus memiliki bentuk potongan yang bebeda. Karna jika potongannya sama maka potongan puzzle itu tidak akan bisa menyatu, sedangkan jika potongan puzzle itu berbeda maka barulah potongan puzzle itu bisa menyatu. Seperti itulah cinta, orang yang memiliki kepribadian yang sama tidak akan bisa menyatu atau sulit untuk menyatu. Tetapi jika pasangan tersebut memiliki kepribadian yang berbeda, maka mereka malah akan mengisi ruang kosong dalam diri masing-masing.

Begitulah cinta, cinta tidak selamanya mempunyai cerita yang indah, tidak selamanya harus memiliki, cinta tidak kita ketahui kapan dan dengan siapa kita akan jatuh cinta, cinta itu gila, cinta itu buta dan cinta sebaiknya saling mengisi dan melengkapi.

Friday 25 January 2013

my first


“Nenek nenek ayo kita bermain!ayo nek!”ucap seorang anak kecil dengan riang sambil menarik-narik tangan neneknya.
“Baiklah!ayo kita main anak manis.” Jawab si nenek sambil memegang tangan cucunya. KRIIIIIIIING KRIIIIIIING terdengar suara telepon. Anak kecil itupun berlari lari dengan semangat untuk mengangkat telpon tersebut.
 “Hallo?”ucap seseorang diseberang sana.
“Ya?ini siapa”ucap suara kecil yang mengangkat telepon
 “Apa ini keluarga Bapak Ramli?”
“Ya benar. Ada apa buk?” jawabnya getar
“Ini dari rumah sakit mengabarkan bahwa Bapak Ramli dan Buk Ramli mengalami kecelakaan”
PRAAAAAAK  ganggang telepon yang dipengang anak tesebut pun jatuh kelantai. Seketika sunyap, Lalu tetes air matapun jatuh membasahi pipi mungil anak kecil ini. Matanya terpejam. Nenek langsung heran melihat ekspresi cucunya. Nenek langsung mengahampiri telepon dan mengambil ganggang telepon yang tergantung itu. Dan meletakkan ganggang telepon ketelinganya. Nenek pun terkejut mendengar informasi yang didengarnya. Nenek langsung memeluk erat cucunya dengan sedih. Lalu hanya ada suasana yang begitu sunyap dan tenang.

                                                                   ***

Diatap gedung yang sunyi, Nana duduk menyandar di atap lantai gedung sekolahnya. Ini memang kebiasaan Nana duduk menyendiri diatas gedung sekolahnya sendiri. Nana jarang masuk pelajaran di sekolah,tetapi anak ini bukan anak nakal yang suka bolos dalam pelajaran. Entah apa yang membebani pikirannya. Sambil memandangi langit biru yang cerah Nana berkata, Mama papa,apa kalian benar-benar sudah tiada? apa Nana hanya sendiri? kenapa kalian meninggalkan Nana sendiri?. Itulah kata kata yang terucap dari bibir Nana saat itu. Ternyata itulah yang ia pikirkan. Orang tua Nana meninggal karna kecelakaan 6 tahun yang lalu, saat itu Nana masih berumur  10 tahun. Kecelakaan yang menelan jiwa orang tuanya itu membuatnya menjadi seperti ini. Hidupnya benar-benar kacau.Dulu sebelum orang tuanya meninggal Nana adalah seorang anak yang ceria dan sekarang semuanya telah berubah.Nana adalah anak kecil berumur 10 tahun yang menjatuhkan ganggang telepon 6 tahun yang lalu karna kabar meninggalnya orang tuanya. Tetapi sekarang Nana telah duduk di kelas 2 SMA. Nana adalah anak yang baik, cantik, berbadan mungil tetapi sangat pemberani.

***

TEEEEEEEET TEEEEEEET TEEEEEEET bel tanda pertukaran pelajaranpun berbunyi. Nanapun menuruni tangga,berjalan menuju kelasnya. Nana duduk di kursi barisan paling belakang,dia memang suka duduk dibelakang sendiri. Lalu gurupun masuk ke kelasnya. Tetapi guru ini membawa seorang anak laki-laki. Laki-laki ini tinggi,putih, berhidung mancung dan penampilannya pun dapat menyihir para wanita, wajar saja murid-murid cewek di kelas Nana heboh. Tetapi Nana hanya bersikap biasa-biasa saja.
“Selamat siang anak-anak,kalian mendapat teman baru di kelas ini” lalu guru ini mempersilahkan anak baru tersebut memperkenalkan dirinya.
“Hai nama saya Vino. Saya pindahan dari salah satu SMA di Bandung dan mulai saat ini saya akan bersekolah dan belajar di kelas ini. Mohon bantuannya.” Sambil tersenyum. Vinopun heran melihat seorang cewek yang duduk dibelakang itu,yang dimaksudnya adalah Nana. Semua cewek di kelas tersebut terpesona melihat vino dan mengajak vino untuk duduk bersama.  Semua cewek tersenyum kepada Vino dan Vino hanya membalas dengan senyuman juga.
“Silahkan duduk Vino” kata guru tersebut mempersilahkan murid barunya duduk. Vinopun terus berjalan lurus kebelakang, dan ternyata dia berhenti dibangku Nana.
“Boleh nggak duduk disini?” Vino bertanya dengan lembut sambil tersenyum. Tetapi Nana hanya membalas dengan tatapan tidak suka. Tapi tatapan Nana itu tidak mempengaruhi Vino, Vino tetap duduk dengan Nana. Padahal dikelas ini ada tiga bangku kosong,tetapi Vino malah memilih duduk disebelah Nana. Semua anak cewek di kelas Nanapun melihat Nana dengan kesal karna Vino memilih duduk disebelahnya.
“Kenapa dia malah duduk dengan cewek aneh itu?” ucap salah satu cewek di kelas tersebut dan murid-murid cewek yang lain melihat ke Nana dengan tampang kesal.
“Hai,nama saya Vino. kamu?” sambil melepaskan ranselnya.
“Udah tau, tadi didepan kelas kan udah perkenalkan diri. Kamu bisa manggil aku Nana.”
”Hahaha iya deh Nana.” ucap Vino seperti sudah akrab dan kenal lama dengan Nana. Pelajaranpun berlangsung dengan tenang seperti biasa. Nana dan Vinopun tidak saling bicara lagi. 
TEEEEEEEEET TEEEEEEET TEEEEEEEEET bel istirahatpun berbunyi. Nanapun langsung berdiri keluar dari kelasnya,begitu pula dengan yang lain. Nana langsung berjalan menuju kantin. Di jalan menuju kantin Nana menoleh kebelakang. Ternyata Vino mengikuti  Nana dari tadi.
“Ada apa?” Tanyanya heran
“Yaaaaa gue belum tau tempat –tempat di sekolah ini. Kalau nyasar gimana?mau tanggung jawab?”
Dengan cueknya, Nana kembali menoleh kedepan dan kembali berjalan menuju kantin. Lalu mereka makan bersama dimeja yang sama. Selesai makan, Nana kembali ke kelasnya dan Vino masih mengikutinya dari belakang . Dikelaspun Vino selalu menatap Nana sambil tersenyum. Pastinya itu membuat Nana jadi kesal, tetapi Nana hanya diam sambil memasang wajah kesalnya. Tetapi itu tidak membuat Vino berhenti melihatnya, malah sebaliknya, Vino makin menatap Nana dengan tatapan tajam dan senyumannya. Pelajaranpun berlangsung kembali seperti biasa.
Sampai akhirnya bel pulangpun berbunyi. Sekejap kelas Nana kosong, Hanya tinggal Nana dan Vino. Nanapun keluar dari kelas dan pulang kerumahnya.Sejak orang tuanya meninggal, Nana tinggal bersama Neneknya, Nana tidak memiliki saudara. Sekarang Nana hanya tinggal berdua dengan Neneknya.
“Mata-mata ya?”mendadak Nana menoleh kebelakang
“Hahaha ya enggaklah”
“Mau ngapain haa?”tanyanya heran
“Kebetulan rumah kita searah,jadi nggak ada salahnyakan bareng.” Vinopun berpindah ke sebelah Nana.

Sesampainya di rumah Nana,Vino masih mengikuti Nana.
“Kenapa masih ngekor?”
“gue tinggal disini.”
“Haaaaah?”Nanapun terkejut sambil berlari kedalam rumah mencari neneknya. Lau Nana menoleh ke motor besar yang ada di halaman rumahnya, Nanapun semakin heran karna dia tidak punya motor.
Akhirnya neneknya menjelaskan semuanya, untuk sementara Vino tinggal serumah dengan Nana karna Nenek Nana dan Neneknya Vino berteman sudah sangat lama. Untuk sementara Neneknya Vino menitipkan cucunya di rumah sahabat karibnya, yaitu Neneknya Nana. Sebenarnya nenek bermaksud agar Nana tidak kesepian. Wajar saja Nana tidak tahu hal ini,Karna Nana jarang dirumah,pagi-pagipun Nana sudah berangkat ke sekolah tanpa sarapan. Pastinya Nana semakin kesal. Hari ini memang hari yang sial bagi Nana, Nanapun mengerutu didalam hatinya sambil menaiki tangga menuju kamarnya dan membanting badannya di kasur sambil menatap langit-langit kamarnya dan akhirnya Nana tertidur.
“Sudah biarkan saja, Dia memang begitu. Kamu istirahat saja dikamar dulu.” Ucap nenek yang melihat Vino memandangi kepergian Nana dengan rasa berasalah.
“Iya, terimakasih nenek.” Sambil tersenyum. Lalu berjalan menuju kamarnya yang bersebelahan dengan kamar Nana.Dikamar, Vino selalu kepikiran hal yang tadi, ia benar benar merasa bersalah. Lalu Vino berbicara sendiri.
“Beda, unik. Makin dia cuek, gue makin tertantang.” Pikir Vino sambil tiduran dikasurnya. Lalu Vino berjalan keluar kamar menuju ke kamar mandi. Selesai mandi, tanpa sadar Vino berjalan menuju kamar Nana dan berhenti tepat di depan pintu kamar Nana, lalu Vino menggenggam tangannya dan mengayunkannya ke pintu dengan ragu. Tiba tiba pintu itu terbuka. Secara refleks, Vino menjatuhkan tangannya dengan wajah terkejut. Ternyata Nana yang membuka pintu itu.
“Sedang apa disini hah?” ucapnya sambil mendongakkan kepala karna Vino jauh lebih tinggi darinya
“Kebetulan lewat.” Dengan cemas dan pergi ke kamarnya sambil mengambil nafas lega. Dengan heran Nana menatap kepergian Vino dan langsung pergi menuju meja makan, karna ini sudah saatnya makan malam. Dimeja makan sudah tersusun rapi makan makanan. Nanapun langsung membantu nenek menyiapkan piring.
“Panggillah Vino, ini sudah saatnya makan malam.” ucap nenek dengan lembut.
“Tapi nek….” Melihat sorot mata nenek yang lembut memohon,hati Nanapun luluh. Akhirnya Nana berjalan menuju kamar Vino. Lalu Nana mengetok pintu kamar Vino dengan ragu. Vinopun membuka pintu kamarnya. Ketika melihat Nana yang beriri di depan kamarnya, Vino menatap Nana dengan mengangkat alis seperti bertanya,ada apa?
“Makan malam.” Ucap Nana singkat dan langsung membalikkan badannya, berjalan menuju meja makan. Vinopun tersenyum melihat tingkah Nana sambil mengikuti Nana dari belakang. Dan merekapun makan bersama seperti layaknya sebuah keluarga kecil.
“Bagaimana dengan hari pertama di sekolah barumu?” ucap nenek, mencoba memulai pembicaraan.                                                                                                                           “Baik baik aja kok nek. Malahan saya duduk sebangku sama Nana” jawab Vino sambil tersenyum menatap Nana. Nanapun balas menatap Vino sambil memicingkan matanya karna kesal. Gimana nggak kesal udah duduk sebangku, serumah, sebelahan kamar pula, mulai hari ini dia akan berhadapan dengan Vino setiap hari.
“Sudah sudah” ucap nenek menyadari sesuatu diantara mereka dan berusaha menenangkan suasana. Dengan kesal Nana berjalan menuju kamarnya. Wajah Vino yang tadinya tersenyum, kembali menjadi tatapan mata yang merasa bersalah. Saat ini Vino benar benar merasa bersalah, ia tidak tahu apa yang membuat Nana kesal terhadapnya. Vino merasa kehadirannya telah merusak suasana di rumah ini.
“Orang  tuanya meninggal karna kecelakaan enam tahun yang lalu, karna itu dia jadi seperti sekarang ini. Kasihan dia, dia sangat butuh kasih sayang kedua orang tuanya itu. Dia sangat kesepian, jadi maklum sajalah jika dia bersifat seperti itu. Nenek juga bingung menghadapinya. Sepertinya dia belum merelakan kepergian orang tuanya.”  Ucap nenek sambil meneteskan air mata. Lalu Vino mendekat ke nenek untuk menenangkan nenek.
“Kasihan dia, dia sangat kesepian” ucap nenek lagi.

 Dikamarpun Vino selalu kepikiran kata kata nenek.
“Ternyata begitu” ucapnya berbicara sendiri sambil berjalan ke balkon kamarnya. Ternyata Vino melihat Nana dibawah sedang memain mainkan air di kolam renang. Vinopun menghampiri Nana.
“Hey!”
“Orang ini” ucap Nana dalam hati dengan kesal.
“Kenapa selalu menyendiri?”
“Apa orang ini benar-benar tidak sadar kesalahannya?” ucap Nana dalam hati lagi
“Helloo? Disini ada orang yang berbicara.” Ucap Vino, karna dari tadi ia mengajak ngobrol, tetapi Nana hanya diam saja.
“Apa urusannya sama kamu!” ucap Nana dengan kesal
“Emang nggak ada urusannya, tapi gue peduli”
Kata kata peduli yang diucapkan Vino membuat Nana terkejut dan pergi ke kamarnya.
“Oh iya! Jangan bilang siapa-siapa kalau kita serumah. Kalau ada yang tahu,liat saja nanti!” ancam Nana. Di kamarnya Nana berjalan ke balkon kamarnya, dan ia melihat Vino masih duduk di pinggir kolam renang.
“Apa yang diinginkannya?” ucap Nana berbicara sendiri. Masih terniang niang dipikiran Nana, kata-kata yang diucapkan Vino.
“Peduli? apa maksudnya?” ucap Nana berbicara sendiri. Lalu Nanapun tertidur di balkon kamarnya itu.
“Anak itu sangat berbeda dan susah didekati” ucap Vino berbicara sendiri. Lalu Vino melihat ke balkon kamar Nana yang berada tepat disebelah balkon kamarnya, lalu ia melihat Nana tertidur disana. Vinopun langsung ke kamar Nana. Kebetulan kamar Nana sedikit terbuka. Dan Vino langsung menggendong Nana ke kasurnya. Dengan tatapan mata yang lembut Vino menatap Nana sambil membelai rambut Nana. Lalu Vino keluar dari kamar Nana. Setelah itu Vino berjalan menuju kamarnya dan tidur karna kelelahan.

***

KRIIIIING KRIIIIIIING jam weker berbunyi.
“Aduh bisa kesiangan nih!”ucap Nana menggerutu, lalu ia langsung mengambil handuk dan langsung ke kamar mandi, kamar Nana memang memiliki kamar mandi sendiri. Saat keluar kamar mandi, “AAAAAAAA!KELUAR!” ucap Nana kaget. Tiba tiba Vino sudah berdiri di depan pintu kamar Nana. Vinopun langsung keluar dengan kaget.
“Ngapain masuk kamar orang!dasar cowok mesum!” ucap Nana kesal. Nanapun langsung  mengunci pintu kamarnya dan memakai seragam sekolahnya, lalu Nana turun untuk pamit dengan nenek. Di meja makan nenek dan Vino sudah duduk sambil sarapan.
“Nana berangkat dulu nek” ucap Nana sambil bergegas keluar rumah. Vinopun ikut bergegas mengikuti Nana sambil menggigit sepotong roti dan memegang sepotong roti lagi untuk Nana.
“Vino juga berangkat duluan ya nek.” Ucap Vino sambil keluar rumah. Nenek hanya heran melihat tingkah kedua anak itu. Lalu Vino langsung naik kemotornya dan langsung mengejar Nana.
“Naaa!” ucap Vino sambil mengelakson-ngelakson.
“Ngapain sih?” ucap Nana. Vinopun memperlambat motornya.
“Ayo naik.” Ucap Vino mengajak Nana.
“Pergi aja sendiri.” Ucap Nana sambil mempercepat langkahnya.
“Nanti kita bisa terlambat.” Ucap Nana sambil mengejar Nana. Lalu Nana berhenti dan melihat jam tangannya.
“Waduh kalau nggak bareng sama ni orang, bisa telat.tapi…” Ucap Nana dalam hati.
“Udah nggak usah gengsi,naik aja.” Ucap Vino membujuk Nana, seakan bisa membaca pikiran Nana. Lalu Nana langsung naik kemotor Vino. Vinopun tersenyum dan merasa senang. Lalu Vino memberikan roti yang dibawanya tadi ke Nana. Nana hanya melihat dengan heran dan mengambil sepotong roti tersebut.
“Pegangan, ini mau ngebut loh.” Ucap Vino sambil mengambil tangan Nana dan meletakkannya di perutnya. Nana sangat terkejut dengan itu, lalu Vino langsung menggas dan melaju dengan kencang. Otomatis Vina tidak bisa melepaskan tangannya. Saat ini ia hanya bisa pasrah.
Sejak kejadian itu Nana dan Vino sudah mulai dekat, dan Nana pun tidak bersikap dingin lagi kepada Vino. Mereka saat ini sudah sangat dekat. Vino selalu berusaha untuk semakin dekat dengan Nana. Seiring berjalannya waktu mereka semakin dekat dan dekat.

***

Nana duduk sendiri di atap lantai sekolah,Vinopun datang. Nana memang sudah jarang ke atap sekolah tersebut akhir-akhir ini, karna dia selalu berdua dengan Vino. Nanapun jarang menyendiri akhir-akhir ini.
“Tau darimana kalau aku ada disini?” Tanya Nana heran
“Sebelum kita kenal aku lihat kamu duduk sendiri disini,jadi aku cari kamu disini.”
Merekapun saling bercanda-canda,padahal sebenarnya saat ini ada pelajaran di kelas, tetapi mereka bolos berdua. Akhirnya sampai pembicaraannya ke hal yang serius.
“Kenapa kamu selalu menyendiri?” dan Tanya Vino,Tetapi Nana hanya diam membisu
“Na?aku tau semua tentang kamu,nenek cerita semua tentang kamu.”
Nana  terkejut mendengar kata-kat yang diucapkan Vino.
“Kenapa kamu malah berubah? apa kamu tidak ingin tertawa lagi seperti dulu?” tambahnya lagi.
“Apa urusan kamu nanya hal seperti itu?”
“Maaf,bukannya aku mau ikut campur. Tapi Na,lebih baik kamu kembali jadi seperti dulu. Nenek pasti senang melihat kamu seperti dulu, begitu juga dengan orang tuamu disana.” 
“Aku nggak tau harus bagaimana lagi No.” akhirnya Nana mulai luluh
“Aku rasa kamu bukan orang yang mudah menyerah seperti ini.”
“Tapi…….”Nana tidak melanjutkan perkataannya
“Nggak ada alasan Na. Kamu harus kembali jadi Nana yang ceria,selalu semangat seperti dulu lagi.”
Nanapun meneteskan air mata karna teringat orang tuanya. Nana bukan tipe orang yang terbuka terhadap sembarang orang,tetapi kali ini Nana mendengarkan kata-kata Vino,orang yang baru dikenalnya. Nanapun mengangguk pelan dan menarik Vino kembali ke kelas untuk belajar. Akhirnya karna kehadiran Vino, Nana yang ceriapun kembali. Nana yang sekarang bukan lagi Nana yang pendiam dan penyendiri. Semua teman –teman, guru-guru dan nenek terkejut melihat perubahan Nana yang sangat drastis ini.
Hari kehari Nana semakin terbuka dengan orang-orang, mudah berteman dan menjadi anak yang aktif. Sekarangpun  Nana memiliki banyak teman. Saat ini Nana menyadari jasa Vino yang sangat besar untuknya. Tanpa disadarinya perasaannya seperti bergetar setiap bersama Vino. Apakah ini…..