Sunday 4 August 2013

Tak dapat ku paksa hati

Orang tolol pun tahu tak ada kisah tentang cinta yang bisa terhindar dari air mata. Begitupun aku, aku tahu betul hal itu. Namun hatiku mencoba membuka diri, dan tentunya juga siap untuk terluka. Aku tahu betul seperti apa akhir dari kisah ini. Tahu kisah ini tak akan bertahan lama. Tahu bahwa salah satu diantara kita nantinya akan terluka, kamu atau aku, hanya dua pilihan. Dan bodohnya aku memilih untuk membuka hatiku, menjatuhkan hatiku untukmu. Membiarkan angan-angan tentangmu menari-nari difikiranku. Membiarkanmu seenaknya berlabuh dihatiku. Karna aku mulai merasa nyaman denganmu, tapi jujur saja hati ini tak begitu membukakan pintunya lebar-lebar untukmu. Hanya membukakan secukupnya, secukupnya agar kamu bisa memasukinya. Aku pun tahu kamu sama sepertiku. Hatimu tak begitu membukakan pintunya saat aku mengetuk dari luar. Saat aku menyentuh hatimu. Karna kita tahu, kita pernah merasakan luka, atau mungkin luka itu masih belum kering. Aku tak tahu siapa yang kamu rindukan, aku tak bisa membaca fikiranmu. Tapi entah mengapa, aku merasa yang ada difikiranmu itu bukanlah aku. Aku menerka seseorang masih menguasai fikiran dan hatimu itu. Sehingga kamu tak begitu membukakan pintu hatimu untuk kumasuki, untuk menjadi tempat ku berniang, untuk menjadi tempatku berlabuh. Walau begitu, kita tahu perlahan demi perlahan tanpa disadari hati ini pun mulai jatuh. Mencoba mencari tempat dimana akan berlabuh. Mencari tepian yang membuat perahu ini merasa nyaman.

Aku mencoba untuk tak terlalu peduli. Mencoba untuk tak memasuki hidupmu terlalu dalam. Mencoba untuk meredam kerinduan. Mencoba untuk tak mengubris hatiku. Tapi kini semuanya terlambat, aku tersesat diruang lingkup hatimu. Bahkan kini hatiku telah memilihmu sebagai tambatan. Senyummu telah menjadi suatu keteduhan dihatiku, menjadi hal yang paling ingin kulihat setiap harinya. Suaramu pun sanggup menggetarkan hatiku. Aku juga telah menaruh harap, yang kugantungkan padamu. Telah kuberikan perhatianku untukmu. Tapi apa kini aku telah menjadi satu-satunya untukmu? Aku rasa, aku tahu apa jawaban dari pertanyaan itu.

Namun seiring berjalannya waktu, aku merasakan sesuatu yang aneh diantara kita. Kini aku tak lagi bisa menerima hati mu yang terbagi. Membiarkan orang lain menari-nari difikiranmu. Membiarkanmu berangan-angan bukan tentangku. Hatiku tumbuh menjadi egois, hanya ingin menguasai ruang hati mu seorang diri, tanpa ada orang lain selain aku. Aku tak ingin kamu membawanya ke dalam cerita-ceritamu. Begitu piciknya hati ini. Namun tak ada yang dapat kulakukan, hatimu bukanlah untukku sayang. Bahkan aku tak tahu seperti apa rasa yang kamu miliki untukku. Hatiku bukan lagi pribadi yang sabar menerima dan menunggu hingga tiba saatnya kamu akan membuka hati, kini ia telah tumbuh menjadi pribadi yang egois. Yang ingin memiliki hatimu seutuhnya. Ini bukan salahku, atau salahmu, dan tentunya bukan juga salah dia.

Walau seharusnya dari dulu aku menghindar, menghindar dari pahitnya cinta. Tetapi bodohnya aku memilih untuk mengabaikan segala perih yang mungkin akan kurasakan demi bersamamu. Mengabaikan air mata yang mungkin akan mengalir. Merelakan sakit yang akan kurasakan. Namun kini aku harus pergi tuk sembuhkan hati

Cinta tak mungkin berhenti secepat saat aku jatuh hati.
Jatuhkan hatiku kepadamu, sehingga hidupku pun berarti.
Cinta tak mudah berganti, tak mudah berganti jadi benci.
Walau kini aku harus pergi tuk sembuhkan hati.

-Cinta tak mungkin berhenti-nya Tangga

No comments:

Post a Comment