Saat itu aku tak sengaja melihatmu bersamanya, seseorang yang pernah hadir dan mengisi masa lalumu, tak terkecuali hatimu. Jantungku berdetak sangat kencang. Jemariku membeku seketika. Hatiku tercabik luar biasa. Sayang, mengapa kembali kamu hadirkan luka, sedangkan luka lama yang kamu torehkan masih belum kering. Kini luka itu semakin dalam dan semakin perih. Aku tak tahu lagi bagaimana harus bersikap. Hatiku beku, lukaku perih. Apa aku harus menyerah? Namun tak dapat kusangkal, cintaku masih sama, masih seperti dulu. Kalau boleh jujur, aku tak ingin kisah kita selesai. Masih terlalu singkat. Masih terlalu sedikit kenangan yang telah kita buat. Terlalu sedikit. Tak akan cukup untuk kamu kenang nantinya. Hingga akhirnya kamu akan cepat melupakanku. Dan suatu saat kamu akan menggandeng tangan wanita lain dihadapanku. Jika saat itu aku tersenyum, bukan berarti aku turut bahagia. Ketahuilah, hatiku meringis.
Kamu tak akan tahu seberapa banyak derai air mata yang terus berjatuhan setiap detiknya. Seolah telah sampai pada titik akhir kepedihanku. Aku tak sanggup lagi menahannya. Apa salah jika ku tunjukkan air mata? Karna mulut ini tak lagi sanggup berucap, lidahku kelu tetapi air mata ini mampu mempertegas segalanya. Mempertegas seberapa besar luka yang kurasakan. Apa kamu belum juga mengerti? Aku lelah untuk terus berurai air mata, seolah mataku semakin mengecil akibat tetesan air mata yang berdesakan ingin keluar. Hari-hari ku menjadi sangat kacau, kamu selalu menjadi penyebab air mataku. Akupun heran kenapa aku malah sering berurai air mata. Apa karena aku terlalu mencintaimu? Jika iya, aku akan berusaha mengikis sedikit demi sedikit rasa cinta yang ku miliki. Agar aku tak lagi merasa perih. Kalau bisa aku ingin berhenti mencintai. Cinta hanyalah sebuah kesakitan bagiku. Benar kata orang, bahwa segala hal yang berlebihan itu tidak baik. Buktinya kini semakin aku mencintaimu, maka hatiku semakin mudah terluka.
Mungkin kamu berfikir sikapku ini terlalu berlebihan. Namun siapa yang tahu isi hati seseorang? Bagimu mungkin biasa, karna bukan kamu yang merasakan, melainkan aku. Kadang dengan menutup mata hidup akan jadi lebih mudah daripada membuka mata, setidaknya kita tak perlu melihat apa yang tak ingin kita lihat. Dan yang pasti tak perlu merasakan keperihan. Tak seperti aku saat ini, air mataku tak berhenti berjatuhan membasahi pipiku. Namun kamu tetap tak mengerti sedihanku, kamu juga tak hadir untuk menghapus air mataku. Percayalah kamu tak akan temukan wanita yang rela menangis hingga seperti ini untukmu selain ibumu. Dan wanita yang dengan bodohnya rela memberikan seluruh rasa cintanya untukmu. Percayalah sayang, tak akan pernah ada yang seperti itu padamu. Hanya aku
Aku masih ingin memaafkanmu untuk hal ini. Namun jika kini kamu telah berhenti mencintaku, apa aku harus memaafkanmu untuk hal itu? Sayang, hatiku sangat sakit. Segalanya tak lagi sama, kita jauh dari kata manis, seperti saat dulu. Dulu kamu tak pernah seperti ini, kamu yang tak peduli, kamu yang memarahi ku padahal aku sedang berderai air mata. Dengan melihat sikapmu yang seperti ini, membuat aku sadar bahwa tak ada celah untuk kembali. Cintamu tak lagi sama. Tapi ketahuilah, jika suatu saat aku pergi, sesungguhnya aku tak benar-benar melepasmu, tak benar-benar melupakanmu, apalagi berhenti
mencintaimu.
Mencintaimu dengan sepenuh hati adalah keinginanku sendiri, maka wajar saja jika aku jugalah yang merasakan luka itu sendiri.
Kamu tak akan tahu seberapa banyak derai air mata yang terus berjatuhan setiap detiknya. Seolah telah sampai pada titik akhir kepedihanku. Aku tak sanggup lagi menahannya. Apa salah jika ku tunjukkan air mata? Karna mulut ini tak lagi sanggup berucap, lidahku kelu tetapi air mata ini mampu mempertegas segalanya. Mempertegas seberapa besar luka yang kurasakan. Apa kamu belum juga mengerti? Aku lelah untuk terus berurai air mata, seolah mataku semakin mengecil akibat tetesan air mata yang berdesakan ingin keluar. Hari-hari ku menjadi sangat kacau, kamu selalu menjadi penyebab air mataku. Akupun heran kenapa aku malah sering berurai air mata. Apa karena aku terlalu mencintaimu? Jika iya, aku akan berusaha mengikis sedikit demi sedikit rasa cinta yang ku miliki. Agar aku tak lagi merasa perih. Kalau bisa aku ingin berhenti mencintai. Cinta hanyalah sebuah kesakitan bagiku. Benar kata orang, bahwa segala hal yang berlebihan itu tidak baik. Buktinya kini semakin aku mencintaimu, maka hatiku semakin mudah terluka.
Mungkin kamu berfikir sikapku ini terlalu berlebihan. Namun siapa yang tahu isi hati seseorang? Bagimu mungkin biasa, karna bukan kamu yang merasakan, melainkan aku. Kadang dengan menutup mata hidup akan jadi lebih mudah daripada membuka mata, setidaknya kita tak perlu melihat apa yang tak ingin kita lihat. Dan yang pasti tak perlu merasakan keperihan. Tak seperti aku saat ini, air mataku tak berhenti berjatuhan membasahi pipiku. Namun kamu tetap tak mengerti sedihanku, kamu juga tak hadir untuk menghapus air mataku. Percayalah kamu tak akan temukan wanita yang rela menangis hingga seperti ini untukmu selain ibumu. Dan wanita yang dengan bodohnya rela memberikan seluruh rasa cintanya untukmu. Percayalah sayang, tak akan pernah ada yang seperti itu padamu. Hanya aku
Aku masih ingin memaafkanmu untuk hal ini. Namun jika kini kamu telah berhenti mencintaku, apa aku harus memaafkanmu untuk hal itu? Sayang, hatiku sangat sakit. Segalanya tak lagi sama, kita jauh dari kata manis, seperti saat dulu. Dulu kamu tak pernah seperti ini, kamu yang tak peduli, kamu yang memarahi ku padahal aku sedang berderai air mata. Dengan melihat sikapmu yang seperti ini, membuat aku sadar bahwa tak ada celah untuk kembali. Cintamu tak lagi sama. Tapi ketahuilah, jika suatu saat aku pergi, sesungguhnya aku tak benar-benar melepasmu, tak benar-benar melupakanmu, apalagi berhenti
mencintaimu.
Mencintaimu dengan sepenuh hati adalah keinginanku sendiri, maka wajar saja jika aku jugalah yang merasakan luka itu sendiri.