25 agustus 2011
Aku terbangun, cahaya matahari yang memancar
dari luar jendela kamarku, sangat menyilaukan. Tangan yang terlihat semakin
kurus ini ku angkat dan ku letakkan tepat di depan pelupuk mataku untuk
menghalau sinar itu. Ku tutup mataku lalu ku buka kembali. Kini tatapan ku
kosong melihat langit-langit kamar, putih. Aku menatapnya dalam kurun waktu
cukup lama, tiba-tiba air mata mengalir melalui sudut mata lalu terus
menelusuri lekuk wajahku yang sangat pucat. Lalu ku tutup kembali mataku. Air
mataku malah semakin deras mengalir. Karna saat aku menutup mata, saat itulah
kamu hadir. Walaupun menyakitkan, aku tetap ingin melihatmu. Aku sangat
merindukanmu Bar. Dengan ketidakhadiranmu disisiku lagi, hal itu sangat
menyakitkan bagiku. Aku masih ingin bersamamu, aku masih ingin memilikimu, aku
masih ingin tertawa bersamamu, aku ingin menikmati senja bersamamu. Bukankah kita
akan menikmati indahnya matahari terbenam di tepi pantai di semua tenpat yang
indah? Bukankah itu keinginan kita? Bahkan satu senjapun belum kita nikmati
bersama, kamu dan aku. Hal ini membuktikan kenangan kita masih terlalu sedikit,
namun kesedihan ini terlalu banyak. Waktu yang sedikit tapi kamu dengan
hebatnya membuat aku begitu terluka atas kepergianmu. Aku tak sanggup. Aku sudah
begini, apakah kamu tak bisa kembali untukku? Beri sedikit waktu lagi, beri
sedikit waktu lagi untuk bersama. Untuk melalui hal indah bersama, sedikit
waktu lagi saja.
Mata ini sudah sangat sembab, rambutku tak karuan, wajahku sangat
buruk saat ini, dan badanku semakin kurus. Mungkin kamu akan sedih saat melihat
keadaanku yang seperti ini. Tapi aku bisa apa, beginilah keadaanku kini. Setidaknya
kesedihanmu melihat kondisiku tak akan sebanding dengan kesedihanku karena
melihatmu. Kamu tak akan tahu seberapa besar rasa sakit ini. Ini sangat sakit. Ternyata
merasakan kehilangan itu sangat menyakitkan. Kehilanganmu membuatku merasa seakan
menusuk diriku sendiri. Sangat menyakitkan. Hal ini telah berlangsung sekitar
lima hari.
Sampai akhirnya mataku benar-benar tertutup, aku
tak sadarkan diri. Seseorang mengedor-ngedor pintu kamarku pagi ini karena aku
tak kunjung bangun, piringpun sengaja dipecahkan tepat di depan pintu kamarku
agar aku terbangun, namun hasilnya nihil. Lalu akhirnya pintu kamarku sengaja
dirusak agar dapat masuki. Sekeluarga panik karena aku tak kunjung bangun, aku
pingsan. Aku menangis selama berjam-jam sejak kemarin siang, sejak kabar itu. Lucu ya, kemarin aku kegirangan di pagi harinya dan menangis tak henti hingga
saat ini di siang harinya. Semua itu karena kamu. Aku sampai tak sanggup
melakukan apa pun. Aku mati rasa. Aku kehilanganmu. Aku menangis sepanjang hari
dan kamu tetap saja tak kembali ke sisiku. Aku merindukanmu.
Tahukah kamu
kemarin seharusnya adalah hari bahagia bagi kita, tapi kamu malah pergi dariku
dihari itu. Ini sama sekali tidak adil. Apakah kamu tidak
berpikir betapa sedihnya aku jika kamu seperti ini? Apa kamu tidak
memikirkannya? Apa kamu tidak berpikir apa aku bisa melanjutkan hidup tanpa
kamu disampingku? Kamu pergi dengan begitu sunyi hingga aku tak menyadarinya,
cara yang sangat jahat. Apakah kamu tidak bisa tinggal bersamaku sedikit lebih
lama lagi? Aku sangat berharap dapat bersamamu sedikit lebih lama lagi. Belum
banyak kenangan yang kita buat, belum banyak waktu yang kita lalui bersama,
bahkan kamu pergi di moment bahagia pertama kita. Kamu memang selalu
mengejutkanku. Begitu pula dengan kepergianmu. Bisakah kamu kembali? Atau kenapa tak kamu ajak saja aku bersamamu? Agar tak ada yang bersedih, agar aku tak terluka. kehilanganmu sungguh menyakitkan. apa kamu tau rasanya? Percayalah kamu tak akan sanggup melaluinya. Bukankah aku wanita yang tegar, hingga masih sanggup bertahan saat kamu tak lagi disini. Aku tak tau apa aku sanggup menjalani hari setelah ini. Walaupun saat menutup mata aku dapat melihatmu, namun hal itu tak cukup untuk melepaskan rasa rindu. Walaupun aku bisa bermimpi tentangmu, tapi semua itu tidak nyata Bar, aku ingin yang nyata. Aku ingin kehadiranmu yang sesungguhnya disini. Aku ingin kamu memelukku saat ini juga. Aku sangat merindukanmu. Dan baru pertama kali ini merindukanmu menjadi sangat menyakitkan.
Aku terus bertanya di dalam hati, tak bisakah
kamu tinggal sebentar saja? Berikan aku sedikit waktu lagi untuk dapat bersamamu.
Masih terngiang-ngiang di dalam pikiranku tentang segala hal yang telah kita
lalui, tentang semua kenangan yang tak banyak itu. Rasanya terlalu sedikit
kenangan yang dapat ku kenang saat ini. Waktu kita memang hanya sedikit, tapi
rasa yang tertinggal sangatlah dalam. Aku tak bisa mengendalikan rasa sakit
ini, aku sampai ingin mati saat menahan rasa sakit ini. Ini terlalu
menyakitkan, aku tak pernah merasakan rasa sakit hingga begini. Kehilanganmu begitu
menyakitkan bagiku. Bahkan kamu tak mengucapkan selamat tinggal untukku, hingga
aku tak tau ternyata kamu telah pergi. Hingga aku terkejut sedemikian rupa, dan
tak sanggup saat tau kamu telah pergi dariku. Padahal rasanya baru kemaren kita
menjalani hari bersama, sangat bahagia saat itu. Kamu memelukku dan aku
tertidur di pundakmu. Saat itu wangimu tak seperti biasanya, biasanya kamu
seakan bermandikan minyak wangi, namun saat itu sama sekali tak ada wangi itu. Satu
hari itu adalah hari yang sangat membahagiakan bagiku, namun esok harinya
adalah hari paling buruk, menyedihkan dan menyakitkan yang pernah ku rasakan. Kamu
tau kepedihan yang sangat dalam yang kurasakan saat ini sangatlah dalam. Merindukanmu
namun tak ada yang bisa kulakukan. Kamu pergi begitu jauh hingga aku tak dapat
menyusulmu. Aku sangat ingin jika hal itu bisa ku lakukan. Namun aku tak bisa. Aku
terus bertanya dalam hati, apakah semua ini hanya mimpi? Karena segala-galanya berlangsung
begitu cepat. Kita bahagia bersama beberapa waktu yang lalu dan kini aku
terpana atas kepergianmu dengan tangis yang tak kunjung mereda. Aku sangat
tidak ikhlas atas hal ini, aku ingin Ia mengembalikanmu ke sisiku. Tak bisakah
kamu kembali lalu memelukku sambil berkata “Aku tak akan pergi lagi”. Tak bisakah
begitu saja?
Jika tempat itu begitu jauh
hingga kamu tak bisa kembali
biarlah aku saja yang kesana,
agar tak perlu merasakan kepedihan ini.
Dengan bersamamu, aku pasti akan baik-baik saja.
Asal bersamamu.