Saturday 12 October 2013

Derai air mata untuk mematikan rasa

Tulisan sebelumnya : Andai engkau tau

Kini namamu tak lagi berada dalam setiap frasa do'a yang ku kumandangkan disetiap malamnya. Wajahmu tak lagi mengisi setiap mimpi dalam tidurku. Dan bayangmu tak lagi mengisi setiap ruang kosong dalam lamunanku. Mungkin inilah saatnya aku harus sadar. Menyadarkan diri bahwa kamu tercipta bukan untuk kumiliki. Aku terlalu lama membisu, memendam rasa yang meluap bagai ambigu. Sifatmu yang sarkatis membuatku menyisakan jarak diantara kita. Aku terlalu takut untuk mendekatkan diri denganmu. Beberapa bulan yang lalu aku mungkin memang tak pernah berani menatap hitam bola matamu yang sangat tajam itu, tapi kini aku malah memberanikan diri untuk menantang dua bola mata itu. Aku hanya ingin mematikan rasa.

Mungkin juga karna keadaan yang memaksaku untuk mematikan rasa. Apa kamu tahu seperti apa rasanya didesak keadaan untuk mematikan rasa, padahal perasaan itu sedang berada dititik terpuncaknya. Kamu tidak tahukan? Kamu juga tak pernah tahu setiap tetes air mata yang selalu disebabkan olehmu. Air mata yang jatuh karna menahan sakitnya menerima keadaan. Kamu tak pernah tahu seperti apa rasanya mencintai seseorang yang tidak boleh dicintai. Merindukan seseorang yang tak boleh dirindukan. Dan terus-terusan memikirkan seseorang yang tak boleh dipikirkan. Dan apa kamu tahu seberapa banyak air mata yang kujatuhkan untuk itu? 

Kenyataan berteriak digendang telingaku, kamu adalah orang yang tak boleh aku cintai. Tak boleh aku rindukan. Tak boleh aku pikirkan, dan tak boleh aku mimpikan. Terkadang aku berfikir bahwa menjadi orang egois itu pasti menyenangkan, hanya mementingkan hati sendiri. Tapi aku tak bisa seperti itu. Sungguh aku mencintaimu, sangat mencintaimu. Namun apa daya, aku tak boleh begitu. 

Ketika aku tahu hal itu, aku mulai mencoba merubah rasa cinta menjadi rasa benci. Merubah rasa rindu menjadi amarah. Aku memaksa segala hal dihatiku untuk membalikkan arus. Mencoba melawan arus, walaupun aku tahu arus hatiku tetap saja mengarah kepadamu. Cinta tak mungkin secepat itu untuk berubah menjadi benci bukan? Hingga nanti cinta ini berubah menjadi benci, maafkan aku tapi beginilah caraku untuk melupakan sosokmu. Namun terkadang aku ingin untuk bersikap egois, sekali saja. Aku ingin berada disisimu, merasakan indah lekuk wajahmu, sekali saja. Sehari saja aku ingin merasakan genggaman tanganmu, belai kasihmu, menikmati waktu bergulir tanpa terasa berdua saja denganmu dan seperti apa rasanya dicintai oleh sosok seindah musim semi sepertimu. Aku ingin tahu. Tetapi aku tahu, kamu hanyalah imaji belaka. Bahwa semua ini hanya mimpi disuatu malam.

Namun hati ini memaksaku untuk tetap berada didekatmu. Namun tetap saja, keadaan tidak ingin merubah kenyataannya. Kamu adalah orang yang tidak boleh aku cintai.
Namun bolehkah aku bertanya? Apa aku tak berhak untuk berada digenggaman orang yang kucintai? Bahkan sangat kucintai.

Setelah semua berlalu, aku tak pernah menyangka bahwa seperti inilah akhir dari kisah kita. Kisah yang tak menemukan akhir sebuah kebahagiaan. Mungkin kebahagiaan memang membenciku, sehingga aku tak diperbolehkan untuk berada dalam genggamanmu;orang yang sangat kucintai.
Dan kini aku hanya bisa menikmati setiap luka yang kurasakan hingga nanti aku terbiasa dengan luka itu.

No comments:

Post a Comment